Apakah Yesus berpolitik?
APAKAH YESUS IKUT
PILKADA DAN PEMILU?
Apakah Yesus menjadi anggota partai
politik? Pada zaman itu ada empat partai
politik yang juga merupakan mazhab dalam agama Yahudi. Jadi, Yesus mempunyai sedikitnya empat
pilihan.
1. Partei Eseni. Menekankan
kesalehan dan kesucian dengan banyak berdoa dan berpuasa. Mereka menarik diri
dari keramaian dunia lalu tinggal sebagai paguyuban di tempat terpencil antara
lain di Khirbet Qumran. Semua anggotanya
laki-laki yang membujang. Mereka
melarang anggotanya menjadi tentara, pegawai negeri, atau pedagang. Mereka bekerja keras sebagai petani atau
pengrajin, namun tidak mempunyai harta pribadi sebab semua penghasilan digabung
sebagai milik bersama. Pada tahun 1950 para pakar purbakala Perancis dalam
penggalian di Qumran menemukan gedung tempat persekutuan mazhab Eseni. Di situ ditemukan kamar makan yang besar dan
mewah, sebuah dapur dan seribu piring makan, sejumlah meja tulis untuk menyalin
naskah, sebuah perpustakaan, beberapa kolam untuk baptisan dan tempat pemakaman
yang terdiri dari seribu kuburan.
Berbeda dengan orang Yahudi lain yang berdoa sambil berkiblat ke Bait
Allah, orang Eseni berkiblat ke matahari.
2. Partai Zikari atau Zelot. Zikari dari kata sika yang artinya badik
yaitu sejenis senjata tajam. Terdiri dari beberapa kelompok dengan nama
berbeda, antara lain kaum Zelot (nama itu berarti orang yang berusaha
sungguh-sungguh). Gerakan-gerakan ini
tumbuh karena keyakinan bahwa Allah akan dimuliakan bila Kerajaan-Nya hadir di
dunia dan Kerajaan Allah akan datang setelah penguasa-penguasa dunia
dikalahkan. Mazhab ini percaya bahwa Kerajaan Allah akan datang bila Palestina
sudah bebas dari penjajahan Kekaisaran Roma. Sebab itu mereka melakukan perlawanan
di bawah tanah terhadap pasukan Roma. Mereka membenci orang Saduki yang menarik
untung dari rakyat kecil dengan mewajibkan orang membeli hewan korban di Bait
Allah. Mereka merasa bahwa Bait Allah telah dinodai dan mereka merinduhkan
penyucian Bait Allah sejalan dengan nubuat tentang keimaman di Yehezkiel 40-48.
Anggotanya kebanyakan terdiri atas para tukang, nelayan, dan pedagang
kecil. Membayar pajak dianggap sebagai
menghianati Allah. Mereka percaya bahwa
kerajaan Allah akan datang bila Israel menjadi tanah suci dan merdeka.
3. Partai Saduki. Terdiri dari kaum bangsawan dan rohaniwan
seperti para imam, tua-tua dan tuan
tanah. Dalam gaya hidup sehari-hari
mereka terbuka terhadap pengaruh luar yaitu pengaruh Yunani, namun dalam hal
agama mereka tertutup dan hanya tertarik mempertahankan apa yang tertulis di
Taurat. Mereka menyetujui bahwa imam
besar diangkat oleh Roma dan Bait Allah diawasi oleh tentara Roma dengan
imbalan bahwa orang Yahudi bebas beribadah. Mereka menikmati kedudukan yang
tinggi dalam masyarakat dan penghasilan
yang besar dari pungutan-pungutan di Bait Allah. Pusat kehidupan agama bagi mereka adalah
ibadah di Bait Allah. Selama ada korban
bakaran dipersembahkan sebagai doa di Bait Allah, selama itu pula Allah hadir. Sebab itu ketika pada tahun 70 Bait Allah
dikepung pasukan Roma, orang-orang Saduki menolak untuk keluar. Mereka terus berdoa di situ. Akibatnya Bait Allah dibumihanguskan dan
semua orang tewas..
4. Partai Farisi. Kebanyakan terdiri dari para ahli Taurat.
Juga orang-orang terpelajar, guru, pegawai negeri. Mereka menekankan ketaatan
pada semua peraturan yang ada di Kitab Suci.
Sebagai pegangan tentang cara melaksanakan peraturan-peraturan itu,
mazhab ini mengembangkan banyak peraturan tambahan yang disebut Taurat Lisan
menetapkan walaupun hari Sabat belum dimulai, namun sekian jam di muka
pekerjaan-pekerjaan tertentu sudah harus dihentikan. Karena ketaatan mereka kepada
peraturan-peraturan agama itu, orang Farisi merasa diri lebih benar atau lebih
rohani dari orang-orang lain. Lambat laun peraturan-peraturan tambahan inilah
yang justru semakin menonjol.
Orang-orang Farisi yang membuat dan mengetahui segala perbuatan itu
dengan demikian menganggap diri sebagai penjaga kebenaran agama. Kaum Farisi merasa diri sebagai politisi
agama, yaitu mengawasi semua orang untuk menjalankan Taurat, terutama dalam hal
puasa, hari sabat, dan perpuluhan.
Yesus tidak menjadi anggota salah satu
partai itu. Akan tetapi, Yesus
berpolitik. Ia mempunyai sikap
politik. Sikap politik-Nya antara lain
tampak ketika orang bertanya apakah pantas membayar pajak kepada pemerintah
penjajah.
Yesus menjawab, “Berikanlah kepada
Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang
wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:21.
Sepintas lalu jawaban Yesus ini terkesan menyangkut urusan pajak, namun
sebetulnya jawab itu mengandung sebuah isu yang bersifat mendasar, yaitu
tentang hubungan agama dan negara.
Dalam jawab itu Yesus menunjukkan bahwa
orang mempunya dwikewajiban atau dwitanggung jawab. Pertama, “Apa yang wajib kamu berikan kepada
Kaisar”. Yang kedua, “Apa yang wajib
kamu berikan kepada Allah”. Dengan kata
lain, orang mempunyai dwikewarganegaraan, sebagai warga negara Kerajaan Roma
dan sebagai warga negara kerajaan Allah.
Selanjutnya, jawab Yesus itu
berimplikasi bahwa negara dan agama merupakan dua entitas yang berbeda. Negara dan agama mempunyai bidang, urusan,
tugas, dan wewenangnya masing-masing.
Tidak boleh negara dan agama dicampur menjadi satu.
Sikap poitik Yesus yang lain tampak
dalam pernyataan-Nya, “Kamu adalah garam dunia....Kamu adalah terang
dunia” (Mat. 5:13-14). Jangankan menjauh dari dunia, Yesus malah
menuruh pengikut-Nya menjadi orang yang menggarami (artinya menjadi pencegah
kebusukan) dan menerangi (artinya menjadi hati nurani) dunia.
Sikap politik Yesus itu menjadi dasar
bagi keterlibatan gereja dalam politik.
Jelas, gereja bukanlah lembaga politik.
Gereja tidak menyamakan diri dengan sebuah partai politik. Gereja tidak menganjurkan umatnya memilih
partai tertentu. Akan tetapi, gereja
gereja melakukan pendidikan politik.
Salah satu bidang pendidikan agama Kristen (PAK) Orang Dewasa adalah
pendidikan politik melalui khotbah, buku, pemahaman Alkitab, dan yang lainnya.
Itu bukan berarti bahwa kita menjadi
anggota suatu partai, melainkan bahwa kita mempunyai kesadaran politik. Kita bukan bersikap masa bodoh, melainkan
mengkritisi keadaan dengan cara setiap hari membaca fakta dan opini di surat
kabar.
Kristus adalah Tuhan atas diri kita
sebagai individu dan juga atas diri kita sebagai bangsa dan negara. Oleh sebab itu, kita turut berpartisipasi
dalam menentukan warna keyakinan dan kebijakan mengatur negara. Salah satu cara partisipasi itu adalah ikut
pilkada dan pemilu..
Dengan ikut pilkada dan pemilu, kita
ikut menentukan nasib hari depan masyarakat sebab suara kita akan ikut
dihitung. Di situlah kita bisa memilih
pemimpin yang bersih, gesit, cakap, kreatif, produktif, kata menyatu dengan
perbuatan, dan adil terhadap semua golongan etnik atau agama.
Dengan partisipasi itu kita sedang
bersikap politis. Yesus pun jelas
bersikap politis. Akan tetapi, apakah
Yesus ikut pilkada atau pemilu? Tentu
saja tidak sebab Kaisar Tiberius, Gubernur Pontius Pilatus, dan Gubernur
Herodes Antipas muncul dengan cara siluman.
Lalu seandainya Yesus ada bersama
sekarang ini, apakah Dia ikut pilkada dan pemilu? So pasti!
Siapa yang dipilih-Nya? Itu rahasia dong, Bung! (disadur dari
renungan Andar Ismail).
Selamat membaca!
BalasHapus