IBADAH YANG MUNAFIK (Mark. 12:38-40)
Ketika mendengar kata munafik mungkin bayangan saudara adalah
pura-pura, manusia bertopeng, muka dua, dan lain sebagainya. Namun, ada satu
arti yang cukup mewakili kata munafik adalah aktor alias pemain sandiwara,
biasanya dalam konteks seni. Sebutan itu ditujukan bagi setiap mereka yang
memperlakukan dunia ini sebagai panggung sandiwara dan ia memerankan suatu
karakter yang ingin ia tampilkan. Maka tidak heran, ketika Ahmad Albar
melantunkan lagu “dunia ini panggung sandiwara” banyak orang menyenanginya.
Seorang munafik mananggalkan jatidirinya yang asli dan mengenakan jati diri
yang palsu. Kalau ia ingin dikenal sebagai orang saleh maka ia beribadah, berdoa,
berpuasa, melakukan disiplin rohani, dll. Kalau ia ingin dikenal dikenal
sebagai orang baik, maka ia akan banyak menolong orang dan lain sebagainya.
Jikalau kita perhatikan perikop yang tadi sudah
kita baca: yang menjadi alasan Tuhan Yesus memberikan pengajaran kepada orang
banyak yang di dalamnya ada murid-murid-Nya adalah karena cara/gaya ibadah yang
diajarkan dan dipraktekkan oleh ahli Taurat adalah berlawanan dengan arti dan
makna ibadah yang sejati. Ibadah mereka bersifat lahiriah, sekadar agar dilihat
orang, dipuji dan dihormati orang. Mereka memanggil nama Tuhan namun sesungguhnya
hatinya dari Tuhan. Dan bisa dikatakan bahwa ibadah mereka berpusat pada diri
sendiri atau ibadah yang memuliakan diri sendiri.
Ada 6 hal yang menunjukkan bahwa cara ibadah
ahli-ahli Taurat itu adalah ibadah yang munafik atau badah yang tidak berkenan
di hadapan Tuhan yaitu:
1.
Mereka suka berjalan-jalan memakai
jubah panjang: Jubah panjang yang mereka kenakan adalah menyentuh tanah dan
merupakan tanda kehormatan, sehingga mereka yang melihatnya akan kagum dan
mereka merasa sombong dengannya.
2.
Mereka suka menerima penghormatan
di pasar. Kita tahu bahwa pasar merupakan tempat kontak sosial. Para ahli Taurat
suka sekali tampil disitu untuk disalami dan diberi hormat sebagai pengajar Taurat.
3.
Mereka suka duduk di tempat
terdepan di rumah di rumah ibadat: Mereka selalu mengharapkan penghormatan
khusus, agar dilihat semua orang. Padahal ibadah adalah tempat merendahkan diri
dan hati di hadapan-Nya.
4.
Mereka suka duduk di tempat
terhormat di dalam perjamuan: di dalam pesta-pesta status lebih tinggi memang
dibedakan secara tegas. Tempat pertama adalah di sebelah kanan tuan
pesta…selanjutnya di sebelah kirinya. Kalau di budaya Batak ini amat jelas, dia
tidak pernah jadi boru, tetapi selalu jadi hula-hula/raja.
5.
Mereka menelan rumah janda-janda:
mereka bermanis-manis seolah-olah menolong janda-janda, padahal mereka
mengambil keuntungan di dalamnya dan bertujuan untuk memperkaya diri mereka
sendiri. Mereka menelan rumah janda-janda, menjadi tuan-tuan tanah dengan
menipu. Mereka menutupi diri dari ketidakjujuran dengan memakai topeng
kekudusan.
6.
Mereka mengelabui mata orang dengan
doa-doa yang panjang: mereka berdoa di tempat-tempat tertentu dan dengan cara
tertentu sehingga semua orang dipastikan dapat melihat betapa salehnya,
akrabnya dengan Tuhan. Saya teringat akan doa seorang pendeta yang disaksikan
oleh pendeta juga “dikatakan bahwa ia berdoa syafaat seperti laporan pribadi
tentang apa yang telah dicapainya di hadapan Tuhan, bahwa ia diberikan baru
beli mobil, beli rumah, dll. Seolah-olah bahwa ia adalah orang yang paling
akrab dengan Tuhan.
Maka
Yesus memberikan pengajaran yang berisi peringatan/himbauan keras: hati-hatilah.
Dengan kata lain…waspadalah, berjaga-jagalah, dengan tujuan supaya mereka yang
hadir pada saat itu tidak jatuh ke dalam cara penghayatan dan pelaksanaan
ibadah yang sama, termasuk kita yang hadir di gereja ini. Maka Yesus berkata
dalam Matius 23: “Terima pengajaran mereka, tetapi jangan diikuti gaya hidup
mereka, termasuk gaya beribadah mereka. Saya pernah beribadah di gereja yang
cukup besar, dan saya melihat berapa orang di antara mereka yang selalu main hp
dari mulai ibadah sampai selesai. Mengingatkan saya akan seminar yang dibawakan
oleh orang Korea beberapa bulan yang lalu bahwa ada beberapa orang yang datang
ke gereja, namun hatinya tidak disitu. Kadang ketika dia di gereja dia
memikirkan yang lain dan merencanakan yang lain setelah ibadah.
Lalu
timbul pertanyaan bagi kita bagaimana cara kita melakukan ibadah yang benar?
1. Ibadah
harus dilakukan dengan motifasi yang benar. Kita beribadah kepada Tuhan bukan
untuk mendapatkan sesuatu yang mencukupi kebutuhan kita (mendapatkan keuntungan
materi), melainkan karena sudah mendapatkan berkat Tuhan dalam hidup kita.
Ketika kita melakukan ibadah dengan tujuan ingin mendapatkan kekayaan atau
keuntungan materi maka kita sama dengan guru palsu yang memperdagangkan agama
demi mencari keuntungan diri sendiri. “Ketika
kita beribadah pikirkanlah apa yang bisa kita berikan kepada Allah, dan bukan
apa yang diberikan oleh Allah pada kita”.
2.
Ibadah haruslah dilakukan dalam
ketundukan kepada Tuhan. Artinya, kita beribadah harus meniarap (rendah hati).
Dengan demikian, kita mengungkapkan rasa takut, penuh hormat, kekaguman, dan
ketakjuban penuh janji yang menjadi pengharapan kita kepada Kristus Tuhan kita.
Itulah ibadah yang tidak munafik.
3.
Ibadah juga harus membawa kepada
perubahan hidup. Seperti,.. murid Tuhan Yesus, Yohanes misalnya: awalnya
karakternya keras, berapi-api, pemarah dan tegas, namun setelah Yesus menjamah
hatinya dan dipenuhi oleh Roh Kudus maka hidupnya menjadi penuh cinta kasih
kepada Tuhan Yesus. Berbeda dengan ahli-ahli Taurat: mereka paham soal agama,
namun gaya hidup mereka tidak sesuai dengan yang mereka pahami dan ajarkan
kepada orang lain.
Kalau manusia bisa sakit hati dan kecewa ketika menerima kasih yang pura-pura.
Pastilah Tuhan juga tidak suka dan tidak senang atas kasih yang pura-pura itu.
oleh karena itu marilah kita memeriksa diri kita untuk apakah kita beribadah,
berdoa, member ipersembahan, atau melayani Tuhan, untuk kemuliaan Tuhan atau
untuk kemuliaan diri sendiri.
Tentu
ibadah yang munafik adalah ibadah yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Sebab
tujuan beribadah yang sesungguhnya adalah agar Allah di dalam Yesus
dipermuliakan melalui seluruh rangkaian ibadah kita, seluruh rangkaian hidup
kita.
Kesaksian:
Saudara, di suatu persekutuan pemuda di
sebuah gereja ada seorang pemuda yang menjalin cinta dengan seorang gadis.
Suatu kali pemuda tersebut ingin memberikan surprise kepada kekasihnya, si
pemuda melaksanakan rancangan kejutannya di depan semua teman mereka. Ia
menyanyikan sebuah lagu yang khusus diperuntukkan kepada kekasihnya. Setelah
itu, ia memberikan sebuah hadiah yang cukup mahal, sambil berkata “darling this
is just for you, I love you”. Dan tak lupa memberikan pelukan dan ciuman di
kening sang kekasih.
Saudara bisa bayangkan gadis mana yang
nggak suka diberi perhatian seperti itu? wajah sang gadis berbinar-binar
bercampur bingung, mengapa? Karena biasanya pacarnya itu tidak romantic, bahkan
mereka sering bertengkar karena sikap cueknya itu. apakah pacarnya ini telah
berubah?
Ternyata tidak! Setelah kejutan itu
berlalu sang pemuda kembali pada wajah aslinya, cuek, dingin dan seenaknya.
Ternyata apa yang dilakukannya di hadapan teman-temannya pada waktu itu,
hanyalah untuk mendapat pujian dari mereka. Focus pemuda itu bukanlah kepada
kekasihnya, tetapi dirinya. Ia ngin disebut pemuda yang romantic, gentle,
walaupun untuk itu ia mengorbankan perasaan kekasihnya. Betapa sakitnya hati si
gadis mengetahui bahwa semua itu hanyalah sebuah sandiwara belaka.
👍
BalasHapus