Kompetensi Sosial Guru Kristen
Keberhasilan
pembelajaran kepada peserta didik sangat ditentukan oleh guru, karena guru
adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat
inisiatif pembelajaran. Itulah sebabnya, guru harus senantiasa mengembangkan
kemampuan dirinya. Untuk dapat memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian
kegiatan pendidikan dan pembelajaran, seorang guru dituntut untuk memiliki
kualifikasi tertentu yang disebut juga kompetensi. Yang dimaksud dengan
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen). Kompetensi bagi guru untuk tujuan pendidikan secara umum
berkaitan dengan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional,
c) kepribadian, d) sosial. (Bab IV, pasal 10) I. Yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar
(Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu
guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat;
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Bila guru memiliki
kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu
diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (social
intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa perduli, empati dan
simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya
hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan
menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun dan peduli sesama,
jujur dan bersih dalam berperilaku.
Dalam
Injil Matius ada petunjuk yang kuat bahwa Yesus mengenal murid-murid-Nya , khususnya dalam Matius 11:19. Howard G.
Hendricks mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kehidupan Yesus yang
senantiasa mengagumkan, yang perlu diteladani oleh seorang guru Kristen. Salah satu keteladanan Yesus seperti yang
dikemukakan oleh Hendricks, ialah: Ia sangat relasional, mementingkan hubungan antar pribadi yang harmonis. Salah satu
julukan Yesus adalah: sahabat orang berdosa (Mat. 11:19). Walaupun Yesus suci
dan tidak pernah berdosa, Ia tidak mengisolir diri dan hanya bergaul dengan
“komplotan suci”, tetapi
justru Ia menjalin relasi secara luas dengan banyak orang, untuk menjangkau
sebanyak mungkin orang agar mereka menerima keselamatan kekal. Itu sebabnya, Guru Kristen perlu memahami pribadi
Yesus sebagai guru yang harus diteladani-nya dalam hidup sehari-hari dan dalam
pelaksanaan tugas keguruan. Demikian juga Agustinus
menyatakan bahwa gaya mengajar yang dipakai seorang guru perlu disesuaikan
dengan sifat khas dari setiap pelajar (Boehlke, 1998). Jadi, sebelum mengajar
si guru harus mengetahui latar belakang masing-masing pelajar, misalnya: Pengalaman pedagogisnya sebelumnya,
kemampuan intelektualnya (kognitif),
kewargaannya, status ekonominya, panggilan hidupnya,
status sosialnya, usianya dan sebagainya. Hal senada
dengan itu diutarakan oleh Dr. Homrighausen (2008:164) “Sebab itu seharusnyalah
seorang guru mengenal tiap-tiap muridnya; bukan namanya saja, melainkan latar belakangnya
dan pribadinya pun. Ia harus mencintai mereka dan mendoakan mereka
masing-masing di depan takhta Tuhan. Seorang guru yang baik, memahami
karakteristik masing-masing siswa sehingga guru dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang dihadapi
oleh siswa (2009:51).
Topik ini merupakan
pergumulan penulis dalam konteks dimana melakukan pelayanan. Menurut pengamatan
sementara ada indikasi bahwa masih kurangnya dosen mengenal mahasiswa/i dan
mengakibatkan efektifitas pembelajaran kurang memadai. Hal ini nampak
jelas dari intensitas waktu antara dosen
dengan mahasiswa-mahasiswi kurang. Dosen datang hanya pada saat mengajar 1 kali
dalam dua Minggu.
Sesuai dengan pesan
Undang-Undang Guru dan Dosen, pakar profesi keguruan, terutama teladan Tuhan
Yesus Sang Guru Agung maka perlu untuk memikirkan dan melaksanakan tugas
keguruan dengan keharusan untuk mengenal muridnya, tidak hanya kemampuan
akademisnya, akan tetapi mengenal nama, perilaku, emosi, latar belakang sosial
dan budaya, keluarga, keterampilan lain yang dimiliki murid, ataupun masalah
yang dihadapi oleh murid sebagai individu atau sekelompok murid. Pengenalan
murid secara baik oleh guru sesungguhnya akan membantu guru dalam membina
muridnya secara individu, maupun secara kelompok. Jika guru mengenal murid
secara baik untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada murid, maka
murid merasa bahwa kepentingan atau kebutuhan mereka diperhatikan oleh guru.
Komentar
Posting Komentar