Mengatasi Ketakutan (Mat. 14:22-33_
Ketakutan adalah hal yang lumrah. Yang
namanya manusia pasti pernah merasakan ketakutan, seperti: takut kecelakaan;
takut dikecewakan; takut dibinasakan. Ada lagi ketakutan akan masa depan, takut
gagal, takut berpisah dengan orang yang dikasihi, dan lain-lainnya. Salah satu
contoh ketakutan massal saat ini yang mengemuka adalah ketakutan akan naiknya
BBM, sebab kalau BBM naik maka semua harga akan naik; termasuk biaya
pendidikan, biaya kesehatan, biaya transportasi, dll. Takut pada umumnya dapat
berarti merasa gentar, ngeri, gelisah, kuatir menghadapi sesuatu yang dianggap
akan mendatangkan ketidakseimbangan dalam hidup/bencana. Sakin familiarnya “jangan takut”, dalam
Alkitab disebut sebanyak 365 kali. Maka malam ini, saudara dan saya akan
menelusuri bersama apa saja yang
menyebabkan manusia mengalami ketakutan, dan bagaimana mengatasi ketakutan
berdasarkan Matius 14:22-33?.
Perasaan takut
secara massal (kolektif) dalam (ayat 24-26), dan perasaan takut secara
individual dalam ayat 30, diawali dengan satu peristiwa yaitu ketika Tuhan Yesus
mengadakan mujizat dengan memberi 5000 orang laki-laki, belum perempuan, dan
anak-anak dengan 5 roti dan 2 ikan. Usai
pendemonstrasian itu Yesus segera
memerintahkan murid-murid-Nya naik perahu dan lebih dahulu untuk menyeberang?
Perhatikan kata “segera”...mengapa harus segera? Rupanya sangat perlunya
tindakan ini adalah karena orang banyak berusaha memaksa Yesus menjadi raja
mereka (bnd. Yoh. 6:15). Jadi, Yesus menyingkir ke atas bukit/gunung untuk
berdoa, sebab waktu dan saatnya belum tiba.
Yesus berada di tempat kesendirian itu cukup lama...yaitu antara jam 7/ketika
hari sudah mulai malam hingga jam 3 dini
hari. Artinya, sekalipun Ia adalah Allah, namun Ia seorang pendoa ulung.
Dengan ketaatan
kepada perintah Yesus, Petrus dan murid-murid yang lain langsung/bergegas naik
perahu dan berangkat dengan segera menuju Genesaret. Namun, ketika mereka
berada dua tiga mil dari daratan/pantai datanglah angin sakal/angin kencang
yang mengombang-ambingkan perahu mereka. Ketakutan akan kematian mulai muncul,
ketakutan akan berpisah dengan keluarga mulai muncul, dll. Selanjutnya, ketika mereka sedang fokus
memikirkan dan mencoba mencari jalan keluar atas kesukaran mereka, Tuhan Yesus
datang dengan segera, tepat pada waktunya, dan dengan kehadiran-Nya yang luar
biasa, yakni “Berjalan di atas air”. Namun, maksud baik Yesus untuk menolong
mereka tidak bisa mereka pahami dan mengerti; sebab ketika Tuhan Yesus datang
dalam gelap, antara jam 3 pagi hingga 6 pagi; mereka menyangkanya adalah
“hantu”. Mengapa menyangka Yesus sebagai hantu? 1) Tampaknya kehadiran dan
penampakan roh-roh halus masih dipercayai secara umum, kecuali orang Saduki
pada waktu itu; sehingga menurut mereka ini tidak lazim. Menurut pengetahuan
mereka hanya makhluk haluslah yang bisa berjalan di atas air. Kadang-kadang ketakutan orang Kristen lebih
besar ke hantu, ketimbang ke Tuhan. Kadang-kadang ketakutan saudara dan saya
lebih besar kepada takhayul, daripada Yesus. 2) Sebab hal itu berada di luar logika. Yesus berjalan
di atas air, menentang hukum Archimedes bahwa “massa yang lebih berat dari
massa air akan tenggelam”. Sesungguhnya, kadang-kadang Yesus berkarya melampaui
perasaan dan pikiran manusia.
Saudara-saudari...bagaimana
dengan sikap Yesus, adakah Ia acuh tak acuh, atau justru menakut-nakuti
murid-murid-Nya? Dalam ayat 27, dikatakan Kristus langsung melegakan hati mereka
dengan mengungkapkan kekeliruan mereka. Tenanglah!
Aku ini, jangan takut!... Ego eimi... Akulah Aku (bnd. Kel. 3:14), atau
Akulah Dia (bnd. Yes. 41:4)...pada malam yang gelap dan berangin keras, suara
yang sudah dikenal tersebut membawa ketenangan, menjadi obat akan ketakutan,
karena mata tidak dapat melihat dengan jelas. Seolah-olah Yesus berkata
besarkan hatimu, beranilah, Akulah Dia yang memerhatikanmu dan tidak tinggal
diam melihatmu binasa. Yesus memberikan jaminan ketenangan.
Persoalan yang
pertama belum selesai. Karena di ayat 32
baru dikatakan angin redalah. Namun, ujuk-ujuk datanglah Petrus dengan
bersemangat, dengan keaktifannya, dengan spontanitasnya, sifat menggebu-gebunya,
menurutkan kata hatinya...Dia bilang “Tuhan apabila Engkau itu, suruhlah aku
datang kepada-Mu berjalan di atas air”...Petrus ingin membuktikan bahwa itu
adalah Yesus. Kata Yesus “datanglah”...lalu Petrus turun ke air....saudara-saudari...
jika kita perhatikan bahwa Petrus memulai dengan baik, namun di tengah
perjalanan mengalami keraguan/kebimbangan. Bagaimana Petrus menjadi ketakutan? Dicatat
dalam ayat 26 yaitu ketika dirasakannya tiupan angin. Sementara Petrus
memusatkan pandangan/berfokus pada Kristus, pada perkataan, dan kuasa-Nya, ia
mampu berjalan di atas air dengan baik. Namun, ketika memerhatikan bahaya yang
mengancamnya dan melihat bagaimana danau mengangkat bunyi hempasannya, maka
takutlah ia. Pada saat konsentrasi imannya terpecah, Petrus kembali tunduk
kepada kekuasaan alamiah. Saat iman Petrus kuat, ia berada di atas air, namun
saat imannya goyah, ia mulai tenggelam.
Sama halnya
dengan saudara dengan saya, apabila kita memandang masalah/pergumulan lebih
besar maka kita akan takut; namun, jika kita meyakini bahwa Yesus lebih besar
dari apapun dan mampu menjadi jawaban atas persoalan apapun maka kita dimampukan
untuk tidak akan takut; sebab kita berlindung kepada pribadi yang maha Kuat,
yang mampu melindungi kita dengan sempurna. Perhatikanlah melihat kesukaran
dengan mata perasaan dan pikiran, daripada melihat ajaran dan janji-janji-Nya
dengan mata iman, merupakan dasar ketakutan saudara dan saya baik yang
menyangkut persoalan umum/pribadi. Iman
itu penting,...kalau kita ragu-ragu/bimbang kita tidak akan mendapatkan
apa-apa. Yak. 1:7b “Sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut...dan
jangan mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan”. Dengan kata lain,
jikalau mau mendapatkan sesuatu dari Tuhan maka harus datang dengan iman.
Saudara-saudari hal
positif yang dapat kita pelajari dari Petrus adalah bahwa ketika dia berada
dalam kesesakan...”Ia berseru Tuhan tolonglah Aku”...doa singkat namun manjur,
dan terbukti; doa yang berasal dari kesungguhan dan bersifat mendesak; doa yang to the point, namun mengubah hidup. Tepat
seperti nama Yesus, yaitu Yoshua dalam PL yang berarti penyelamat segera
memberikan keselamatan bagi Petrus. Bagaikan puntung yang ditarik dari
kebakaran, demikianlah Yesus menarik Petrus dari air...sehingga ia
dapat bersama Yesus naik ke perahu bersama-sama. Murid-murid yang lain
terpesona, serta semakin diyakinkan imannya kepada Tuhan Yesus. Maka mereka bereaksi dengan menyembah
“proskuneo” dan mengatakan bahwa Yesus bukan hanya sekadar guru, gembala,
pemimpin, namun Adalah Anak Allah yang mengambil rupa sebagai manusia. Iman adalah
dasar bagi penyembahan yang benar, sedangkan penyembahan adalah hasil murni
yang sungguh-sungguh keluar dari iman.
Ada
banyak hal yang dapat menyebabkan kita menjadi takut,...apakah itu karena
kebutuhan jasmani, perang, perseteruan, persaingan, badai-badai hidup, namun
marilah saudara dan saya ketika mengalami ketakutan, kita datang dan berseru
pada Yesus...”Tuhan, tolonglah saya yang kurang percaya ini”...Tuhan Yesus yang
melampaui hukum alamiah yang memberi pertolongan bagi murid-murid, itu juga
yang akan menolong kita. Semoga saudara dan saya senantiasa berfokus pada Tuhan
Yesus. Dengan demikian, iman kita akan dikuatkan, diteguhkan mengarungi
badai-badai hidup sampai hidup bersama dengan Tuhan untuk selamanya. Tutup Yes.
40: 10.
Ada jaminan dari Tuhan agar kita dapat mengatasi ketakutan kita, 365 kali. Ayat peganganku Yesaya 41:10.
BalasHapusTerima kasih atas responnya. Gb.
BalasHapus