SIAPAKAH SESAMA KITA? (Luk. 10:25-37)
Banyak orang mempunyai daftar nama dan
nomor telepon. Nama dan nomor siapa yang kita simpan disitu? Apakah nama semua
orang yang kita kenal? Tentunya tidak. Dari sekian banyak yang kita kenal, Kita
pilih orang-orang tertentu. Mereka adalah sanak keluarga, sahabat dan rekan
sekerja, mitra usaha, orang yang kita senangi atau orang yang berkepentingan
dengan kita. Sikap selektif itu sangat wajar. Karenanya kita tidak perlu kita
mencatat semua nama. Namun sadarkah kita
bahwa orang-orang itu dapat menjadi dunia kita yang sempit? Hanya
orang-orang ini yang merupakan cakrawala pergaulan kita. Hanya orang ini yang
merupakan perhatian kita. Seolah-olah hanya orang-orang ini sajalah sesama
kita.
Sebenarnya siapa sesama manusia kita?
Banyak budaya zaman dulu mempunyai pandangan yang sempit tentang sesama manusia.
Dalam budaya itu sesama manusia terbatas hanya pada orang-orang sebangsa,
seagama, sesuku, dll. Budaya seperti lahir dalam masyarakat yang tertutup.
Mereka belum biasa bergaul dengan orang dari bangsa atau agama lain. Mereka
merasa aneh melihat orang yang kulitnya, wajahnya dan busananya yang berbeda
dari mereka.
Sisa-sisa budaya zaman dulu yang
berpandangan sempit itu hingga kini masih ada walaupun masyarakat dalam banyak
Negara sudah makin menjadi majemuk. Ada orang yang tanpa sadar beranggapan
bahwa sesama mereka hanyalah orang yang sebangsa atau seagama. Mereka merasa
canggung bergaul dengan orang yang berbeda bangsa dan Negara. Karena itu mereka
merasa kurang senang melihat kehadiran orang yang berbeda bangsa dan agama.
Mereka merasa lebih aman bergaul dengan lingkungan bangsa atau budaya mereka
sendiri. Contoh….
Mungkin tanpa sadar kita pun terjebak
dalam cakrawala sempit itu? Coba kita hitung-hitung dengan siapa kita bergaul?
Apakah kita punya teman yang beda suku,
beda agama, beda Negara?
Apakah kita punya teman anak kecil,
remaja, pemuda, paruh baya, orang tua?
Apakah kita punya teman yang beda
pendidikan, beda profesi, beda hobi?
Apakah kita punya teman yang beda status
dengan kita?
Sekali lagi “Siapakah sebenarnya sesama kita?”
Pernah seorang ahli Taurat mengajukan
pertanyaan itu kepada Tuhan Yesus Kristus? lalu Yesus menjawab dengan sebuah
cerita atau perumpamaan. Ada seorang korban perampokan tergeletak di jalan dari
Yerusalem ke Yerikho. Ia dipukul sampai terkapar di tepi jalan. Lewatlah di
situ seorang imam, tetapi ia tidak menolong. Kemudian lewatlah seorang pembantu
imam, tetapi ia pun tidak menolong. Akhirnya lewatlah seorang Samaria “ Lalu datang seorang Samaria, yang sedang
dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah
hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya,
sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang
itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan
dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik
penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini,
aku akan menggantinya, waktu aku kembali” (Lukas 10:33-35). Segera setelah
selesai bercerita Yesus bertanya, “siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?
(Ayat 36). Pendengar cerita itu menjawab, orang yang telah
menunjukkan belas kasihan kepadanya. Yang menjadi sesama manusia adalah orang
yang tergerak hatinya oleh belas kasihan dan yang menunjukkan belas kasihan.
Yang menjadi sesama adalah orang yang dapat memberi tempat di dalam hatinya
bagi orang lain. Sesama manusia adalah mereka yang membutuhkan tempat dalam
hati kita.
Cerita ini menarik untuk disimak. Siapa
imam dan pembantu imam itu? Mereka adalah orang Yahudi dan beragama Yahudi.
Tetapi mereka tidak menolong. Yang menolong adalah justru orang yang bukan
seagama dan sesuku, yaitu orang Samaria. Orang Samaria pada zaman itu adalah
dianggap warga Negara kelas dua. Mereka dibenci oleh orang Yahudi. Mereka
dianggap sebagai orang yang tidak berguna. Tetapi justru orang Samaria yang
menolongnya. Dalam bagian ini, Yesus memperlihatkan orang Samaria sebagai
laki-laki baik dan berguna.
Mari kita teliti lebih jauh. Siapa imam
dan pembantu imam itu? Jelas mereka adalah rohaniawan. Mungkin mereka baru
memimpin ibadah di Bait Allah di Yerusalem. Mereka orang yang sering menyebut
nama Allah. Tetapi mereka tidak memberi pertolongan. Sebaliknya, yang memberi
pertolongan adalah justru orang Samaria yang adalah orang awam dan oleh
masyarakat dianggap kafir.
Orang Samaria itu telah berperan sebagai
sesama manusia bagi orang Yahudi yang terkapar itu. Bagi dia sesama manusia
adalah orang yang membutuhkan pertolongannya, tidak peduli kebangsaannya dan
agamanya. Itulah pengajaran Kristus tentang sesama manusia. Bergaul, mengasihi dan
melayani sesama manusia melampaui segala tembok keluarga, kerabat, suku,
bangsa, agama, budaya, atau batas lainnya.
Perhatikan bahwa Yesus sama sekali tidak
mengatakan bahwa sesama manusia adalah setiap orang. Ucapan seperti itu terlalu
kosong dan abstrak. Bagi Yesus, sesama manusia, adalah konkrit atau nyata.
Orang yang di depan mata kita yang sedang memerlukan tempat dalam hati kita.
Mungkin orang itu memerlukan perlindungan?
Mungkin segelas air?
Mungkin pengakuan dan penerimaan?
Mungkin sepiring nasi?
Mungkin pembelaan?
Mungkin teman berbagi?
Entahlah…
Yang bisa melihatnya adalah hati yang
tergerak oleh belas kasihan. Tetapi hati yang tergerak oleh belas kasihan bukan
hanya perkara emosi. Rasa belas kasih itu perlu ditindak lanjuti oleh perbuatan
nyata.
Tadi kita lihat bahwa Yesus tidak
memberikan keterangan tentang siapa yang harus ditolong oleh seseorang, sebab
gagalnya seseorang memenuhi perintah itu bukanlah timbul dari tidak adanya
keterangan, tapi dari tidak adanya cinta kasih. Bukanlah pengetahuan baru yang
dibutuhkan oleh ahli taurat itu, tetapi suatu hati yang baru dalam bahasa yang
jelas, pertobatan.
Perhatikan bahwa Yesus menggunakan kata
aktif dalam ayat 34-35 untuk memperlihatkan tindakan nyata orang Samaria itu. Mendatangi, membalut luka, menyiram dengan
minyak, menyiram dengan anggur, dll.
Tuhan Yesus telah
memberikan teladan dan pengajaran yang sangat indah dan mengagumkan pada pagi
hari ini kepada kita. Bahwasannya sesama manusia tidak hanya terikat pada ikatan
keluarga, satu denominasi, rekan sekerja, sesuku, seagama, dan sebangsa
melainkan siapa pun yang membutuhkan tempat di hati kita. Yesus telah
meninggalkan teladan yang baik bagi kita. Itu sebabnya marilah kita
meresponinya dengan mengasihi sesama kita, sebagai wujud cinta kasih kita
kepada Tuhan.
Komentar
Posting Komentar