MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL 1 TESALONIKA 5:18


MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL 1 TESALONIKA 5:18
ALON MANDIMPU NAINGGOLAN
--------------------------------------------------------------
Pada kesempatan ini saya akan membagikan satu bagian firman Tuhan dengan tema yang sederhana, namun jika dilakukan secara konsisten / sebagai gaya hidup akan membawa berkat dan pembaharuan hidup, yaitu mengucap syukur dalam segala hal. Bagi saya, hal mengucap syukur dalam segala hal adalah sikap, nilai yang masih relevan untuk dipertanyakan dan dijawab oleh semua orang Kristen di segala abad dan tempat, termasuk di tengah pandemi virus corona saat ini.

Untuk mengawali perenungan kita di pagi ini, timbul satu pertanyaan, mengapa Paulus dalam suratnya menasihatkan Jemaat di Tesalonika untuk mengucap syukur dalam segala hal? Bukankah kalau kita membaca KPR 17:10-15; 1 Tes. 1:6; 1 Tes. 3:1-13 dikemukakan bahwa orang percaya di Tesalonika sedang mengalami penindasan / penganiayaan dari orang-orang Yahudi yang ada di Tesalonika dan Berea, sehingga membawa penderitaan dan kesusahan bagi mereka? Bukankah ini hal yang kontradiktif? Bukankah ini sebagai bukti bahwa Paulus tidak memahami kondisi pembacanya? Memang benar bahwa Paulus sebagai perintis jemaat di Tesalonika (KPR 17:1-15) tahu betul bahwa  konteks pada waktu itu kurang kondusif, yaitu terjadinya penganiayaan yang mempengaruhi seluruh aspek hidup jemaat di Tesalonika. Namun, justru karena itulah Paulus mengutus Timotius dan menasihati mereka agar terus bertekun dalam kerohanian yang hidup dan dewasa. Bila kita periksa dengan seksama, mengucap syukurlah dalam segala hal berada dalam bingkai nasihat-nasihat Paulus, yang terdiri dari 15 perintah (imperatif) bagi jemaat di Tesalonika (1 Tes. 5:12-22), yang akan bermanfaat untuk mengarahkan segala tindak-tanduk kehidupan orang percaya di Tesalonika sehingga menjadi jemaat yang terus bertumbuh dan berbuah dalam Tuhan Yesus Kristus.
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Kita garis bawahi kata  “mengucap syukurlah”, “dalam segala hal” dan “dikehendaki Allah”. 

Pertama, dalam nats ini jika kita lihat kata mengucap syukurlah ada dalam bentuk imperatif atau perintah. Perintah biasanya adalah segala sesuatu yang harus dilakukan. Berbeda dengan undangan, yang tergantung dengan situasi, pilihan dan pertimbangan bisa kita hadiri atau tidak. Hal ini berarti mengucap syukurlah menunjuk kepada sebuah keharusan, kewajiban dan tuntutan Tuhan bagi orang percaya. Dalam hal ini orang Kristen memaknai bahwa mengucap syukurlah adalah perintah Allah bagi orang percaya, yang dilakukan secara terus-menerus; mengucap syukur adalah sikap dasar dan buah dari kehidupan orang beriman; mengucap syukur adalah wujud iman terhadap janji Tuhan; mengucap syukur adalah perwujudan akan pengakuan kedaulatan Tuhan dalam hidup; mengucap syukur adalah pengakuan bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Alfa dan Omega; penguasa dan pengendali sejarah. Mengucap syukur merupakan kepuasan atas apa yang diputuskan, dianugerahkan, direncanakan dan diizinkan terjadi dalam hidup kita seraya meyakini bahwa semua maksud dan pekerjaan Tuhan baik adanya.

Kedua, dalam segala hal menunjuk pada keutuhan yang terjadi dalam hidup, menyeluruh, komprehensif; segala yang dialami, baik hal menyenangkan atau tidak menyenangkan, kegagalan atau kesuksesan, sakit atau sehat, baik suka maupun duka, baik yang dimengerti maupun yang tidak dimengerti. Mendengar kalimat “dalam segala sesuatu”, memang saya secara pribadi agak merinding, tersentuh dan terpesona jika ada orang Kristen yang mampu mendemonstrasikannya. Bagaimana tidak? Pada umumnya semua orang bisa mengucap syukur kepada Tuhan di saat-saat menyenangkan, segala sesuatu berjalan dengan baik, situasi dan kondisi mendukung, namun hanya segelintir orang yang dapat mengucap syukur secara konsisten di saat segala sesuatu tidak sesuai harapan, tidak menyenangkan, menderita, dan mengalami hal buruk dalam pandangan manusia. Secara manusiawi kita lebih mudah bersungut-sungut, mengeluh, menggerutu, menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain bahkan tak jarang ada orang yang berani menyalahkan Tuhan. 
Di Alkitab kita dapat belajar dari beberapa tokoh yaitu manusia biasa sama seperti kita, yakni Ayub. Dimana ketika ia kehilangan harta, popularitas, keluarga, handaitaulan, kesehatan, ia tetap mampu bersyukur kepada Tuhan dan berkata terpujilah Allah yang memberi dan mengambil (Ayub 1:27). 2) Daud, Dimana ketika Daud berada dalam keadaan yang buruk, mengalami kehilangan puteranya, ia masih dapat mengucapkan syukur dan menyanyikan pujian (Mazmur 9:1-2). Daud selalu melihat ke depan.
Dan paling menarik adalah teladan Paulus yang memesona dan membuat tersentuh para pembaca firman yang ditulisnya. Bagaimana tidak? Jika kita lihat dalam Alkitab, khususnya PB Ia adalah seorang hamba Tuhan yang banyak berjerih lelah dalam pelayanan, banyak menderita, disesah, kerap kali tidak tidur, kerap kali dalam bahaya maut, dilempari dengan batu, masuk keluar penjara dan terdampar dalam pelayanannya, tetapi dari mulut Paulus tidak pernah sekata pun keluar kata-kata sungutan dan putus asa. Justru dari dalam penjara, Paulus memberi motivasi kepada orang Kristen di Filipi supaya mereka senantiasa bersukacita. 

"Saya adalah seorang pengamat dunia virtual". Seringkali saya melihat postingan orang di facebook, instagram, WA, Youtube, dll. Di antara mereka "stay at home adalah ibarat penjara". Tidak bisa, kemana-mana, tidak bisa beraktivitas seperti sedia kala, seolah-olah kebebasannya direnggut. Namun, yang menarik bahwa ada beberapa orang yang menyikapi stay at home secara positif, mampu memanfaatkan untuk menyemangati orang lain, berkreatifitas untuk menghadirkan sukacita bagi orang lain. Saya pikir ini jugalah panggilan bagi orang Kristen di masa kini supaya dimanapun mereka berada dan apapun situasinya mereka mempengaruhi orang agar mengarah ke hal positif, optimis, bersukacita, dll.

Selanjutnya, ketika Paulus menasihatkan jemaat di Tesalonika supaya mengucap syukur dalam segala hal, itu tidak hanya sebatas pembinaan secara teoritis, dogmatis dan doktrinal. Tentang hal itu kita tidak meragukan kompetensi Paulus, dia adalah seorang ahli Farisi, piawai dan penuh hikmat. Namun, Jika diperhatikan, Paulus tidak hanya berteori saja. Lebih jauh, dia menasihati dengan percontohan hidup, dengan teladan. Paulus sebagai model bagi jemaat di Tesalonika. Dari mana kita tahu? Dalam konteks kitab 1 Tesalonika kata mengucap syukur ditulis 4 kali; 1 Tes. 1:2 (selalu), 1 Tes. 2:13 (tidak putus-putusnya), 1 Tes. 3 :9 (Sebab ucapan syukur), 1 Tes.:18 (dalam segala hal). Kata mengucap syukur 2 kali dalam 2 Tesalonika; 2 Tes. 1:3 (wajib), 2 Tes. 2:13 (kami harus selalu). Dampak dari teladan memang luar biasa dan bisa dilihat dalam 1 Tes. 1:5-6. 

Ketiga, kehendak Allah adalah kemauan, dambaan dan harapan Tuhan. Tuhan mau umatnya mengucap syukur kepada-Nya dalam segala hal. Ucapan syukur adalah salah satu hal yang menyenangkan hati Tuhan. Agar kita hidup sesuai kehendak-Nya, seorang pemotifator rohani berkata, ada 1000 alasan untuk kita tidak bersyukur, namun ada seribu satu alasan untuk kita tetap bersyukur. Salah satu alasan yang paling kokoh adalah pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di kayu salib yang menyelamatkan kita.    

Jika demikian adakah manfaat jika orang Kristen memiliki gaya hidup yang mengucap syukur dalam segala hal? Dalam Alkitab dikatakan akan mendatangkan berkat (Mrk 8:6); Menyelamatkan (Yun. 2:9-10); Menguduskan ( 1 Tim. 4:4); Meluluhkan hati Tuhan ( Yoh. 11:41 ), secara psikologis, orang yang mengucap syukur akan lebih antusias, optimis, positif dan lebih survive di tengah kesulitan. Seorang teolog mengatakan bahwa hati yang bersyukur dan pujian memberi kekuatan untuk mengatasi segala sesuatu. Orang yang bersyukur akan mengalami Tuhan secara pribadi dan melihat bahwa Tuhan ada di sana dan Dia tidak berdiam diri dalam situasi kita.

Di tengah pandemik covid 19, mengucap syukur dalam segala hal mungkin sesuatu yang sulit bagi kita, namun jika kita terus-menerus mengarahkan hidup kita kepada Tuhan seraya berserah pada-Nya, dan membiarkan Roh Kudus memimpin hidup kita, maka kita pasti dimampukan. Di sepanjang sejarah gereja kita melihat, bahwa penderitaan dan kesesakan tidak mematikan potensi orang percaya untuk mengalirkan ucapan syukur kepada Tuhan. Kesulitan tidak bisa mendikte orang percaya agar tidak bersyukur kepada Tuhan. Itu sebabnya, marilah kita belajar dan melatih diri untuk mempraktikkannya agar kita semakin memahami bahwa segala kesulitan dan kesusahan yang harus dialami adalah bagian dari proses pembelajaran agar kita bisa terus bertumbuh dalam kedewasaan yang sesungguhnya, sehingga kita semakin kuat dan tegar melangkah maju di dalam Tuhan.Efesus 5:20 "Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu kepada Allah Bapa dalam nama Tuhan kita, Kristus Yesus". Akhir kata, selamat bersyukur karena “hidup bersyukur merupakan kehendak Allah bagi kita di dalam Kristus.”


SOLI DEO GLORIA

Komentar

  1. Efesus 5:20 "Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu kepada Allah Bapa dalam nama Tuhan kita, Kristus Yesus".

    BalasHapus
  2. Jika merasa diberkati lewat blog ini, maka saya berharap supaya mengikuti blog ini. Jadi, jika ada postingan terbaru akan langsung ada pemberitahuan di akun Bapak / Ibu / Saudara / Saudari.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluaran 17:8-16 Mengalami Kemenangan

Perjumpaan yang Membawa Perubahan Hidup (Luk. 19:1-10)

Menjadi Pelayan Kristus yang Berkualitas