PERAN DOSEN SEBAGAI GEMBALA BAGI MAHASISWA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN TEOLOGI
PERAN DOSEN SEBAGAI GEMBALA BAGI MAHASISWA
DALAM KONTEKS PENDIDIKAN TEOLOGI
Alon Mandimpu Nainggolan
ABSTRAK
Peran dosen sebagai gembala dalam konteks Pendidikan Teologi memiliki makna dalam mewujudkan visi dan misinya, untuk memperlengkapi mahasiswa bertumbuh secara holistik baik dimensi kognitif, afektif, psikomotorik, maupun spiritualitas.
Tulisan ini diharapkan memberikan sumbangsih positif bagi dosen untuk meningkatkan perannya sebagai gembala bagi mahasiswa-mahasiswinya, di samping peran-peran dosen lain, seperti: pengajar, pendidik, evaluator, peneliti, dll. Kemudian dapat menginspirasi dan memotivasi dosen untuk mendemonstrasikan peran sebagai gembala bagi mahasiswa-mahasiswinya, sebab memengaruhi kualitas dan keberhasilan studi serta terwujudnya visi dan misi. Selanjutnya, diharapkan memberikan pencerahan bagi guru/dosen agar menjadikan Alkitab sebagai landasan dalam memikirkan dan melaksanakan Pendidikan Teologi.
Kata Kunci: Pendidikan Teologi, dan Peran Dosen sebagai Gembala.
PENDAHULUAN
Dalam PL istilah gembala sudah dikenal dan peran itu dipersonifikasikan juga kepada Allah yang menuntun hidup seseorang atau umat-Nya. Misalnya, Yakub menyatakan bahwa Tuhan telah menjadi gembala hidupnya (bnd. Kej. 48:15). Daud menggambarkan Allah sebagai gembala bagi dirinya (bnd. Mzm. 23:1-6). Umat Israel mengakui bahwa Tuhan sebagai gembala mereka (bnd. Mzm. 80:2; Yes. 40:11). Dalam hal ini, Allah menjadi teladan bagi pemimpin umat terkait dengan kualifikasi, peran, dan cara menggembalakan.
Dalam PB, murid-murid maupun orang banyak sering memanggil Tuhan Yesus dengan sapaan rabbi rabbouni (), didaskalos Kata rabbi dipakai sebanyak 15 kali (bnd. Mat. 23:7; Mat. 23:8; Mat. 26:25; Mat. 26:49; Mrk. 9:5; Mrk. 11:21; Mrk. 14:45; Yoh. 1:38; Yoh. 1:49; Yoh. 3:2; Yoh. 3:26; Yoh. 4:31; Yoh. 6:25; Yoh. 9:2; Yoh. 11:8). Sapaan rabbouni merupakan pengakuan hormat kepada seorang ahli Kitab Suci, juga menyatakan hubungan pribadi yang dirasakan sangat mendalam. Terdapat sebanyak 2 kali (bnd. Mrk. 10:51, Yoh. 20:16). Sebutan didaskalos ) yang adalah sebagai sebutan yang paling umum (Ind. pengajar) terdapat 12 kali dalam Injil Matius dan Markus, 17 kali dalam Injil Lukas, dan 8 kali dalam Injil Yohanes. Injil Matius melaporkan bahwa Tuhan Yesus adalah seorang pengajar yang berwibawa dan berkuasa (Yun. Banyak orang yang mendengar pengajaran-Nya takjub dan terheran-heran (bnd. Mat. 7:28-29; 22:23, Mrk. 1:22; 6:22; 11:18, Luk. 4:32). Dia juga berhati gembala karena memiliki pengenalan akan murid-murid-Nya (bnd. Yoh. 10:3-4; 14) . Selain itu, Tuhan Yesus menegaskan diri-Nya sebagai gembala yang baik, yang memberi hidup bagi orang-orang yang dilayani (bnd. Yoh. 10:14-18). Hal ini memiliki makna bagi guru maupun dosen di lembaga pendidikan Kristen.
Rasul Paulus dalam suratnya yang ditujukan kepada Timotius nampak jelas bahwa ia telah menunaikan tugas dan peran sebagai gembala dalam memberikan nasihat maupun petunjuk kepada Timotius untuk membina umat-Nya. Kemudian hari Petrus mengajak segenap pemimpin jemaat agar menggembalakan domba-domba yang ada pada mereka (bnd. 1Ptr. 5:1-4; Handbook to the Bible, 2004: 719). Titik balik Petrus menjadi gembala adalah ketika Tuhan Yesus memerintahkannya untuk menggembalakan kawanan domba milik-Nya (bnd. Yoh. 21:15-17). Hal ini memberikan wawasan tentang bagaimana tindakan, motivasi, dan pendekatan seseorang yang terlibat dalam penggembalaan.
Mengingat pentingnya peran gembala dalam Alkitab, maka Sidjabat mengetengahkan bahwa guru melakukan peran-peran yang di dalamnya adalah sebagai gembala. Lebih jelasnya beliau mengemukakan:
Berdasarkan rumusan sebelumnya, guru melakukan peran-peran, yaitu sebagai pendidik (educator), pengajar (instructor), pembimbing (guide), pengarah (director), pelatih (trainer), dan penilai (evaluator)...berkaitan dengan pendidikan Kristen di sekolah maupun gereja, guru juga berperan sebagai pemberita Injil (evangelist), imam (priest), gembala (pastor), konselor (counselor), dan teolog (theologian) (Sidjabat, 2009:100).
Dosen mutlak penting bagi pencapaian visi dan misi setiap Pendidikan Teologi. Dosen yang profesional merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar dalam pencapaian mutu di Perguruan Tinggi. Dosen yang profesional akan menghasilkan mahasiswa/i yang berkualitas (Chandra, 2013; Gugus, 2011).
Penjelasan ini memberikan isyarat pentingnya dosen yang memiliki kompetensi kepribadian, pedagogik, sosial, profesional, dan spiritual yang memadai dalam Pendidikan Teologi. Apabila dosen dalam konteks pendidikan nasional saja mendemonstrasikan peran yang beragam demi pencapaian visi dan misi, juga mensyaratkan perlunya kualifikasi yang memadai dari dosen; semestinya dosen dalam konteks pendidikan teologi memikirkan dan melaksanakan peran-peran yang lebih jauh, dan kualifikasi yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, idealnya guru maupun dosen dalam konteks Pendidikan Kristen perlu mendemonstrasikan beragam peran, khususnya sebagai gembala.
Pengertian Dosen dan Gembala
Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagaimana pernah dikutip oleh Yahya disebutkan bahwa dosen adalah pendidik dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Menurut Poerbakawatja & Harahap dalam Ensiklopedi Pendidikan, dosen adalah pengajar di perguruan tinggi. Ada dosen tetap dan dosen tidak tetap atau dosen biasa dan dosen luar biasa.
Douglas (2004:330) mengartikan kata gembala hanya dua. Pertama, orang yang menggembalakan ternak. Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia, yaitu gembala yang bersifat ilahi maupun fana. Secara figuritatif dipakai sebagai metafora untuk menggambarkan hubungan seorang pemimpin atau pengatur dengan manusia. Gembala bertugas untuk menuntun, mengasihi, memelihara, dan melindungi domba-Nya (bnd. Yes. 4). Menggembala secara figuratif mempunyai arti memimpin, menuntun, melindungi. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas penulis mendefinisikan gembala sebagai orang yang mengasuh dan membina manusia, dengan memberikan pimpinan, tuntunan, bimbingan, perlindungan, kasih, pemeliharaan, dll; atau seseorang yang memperhatikan manusia secara utuh, baik dimensi kognitif, afektif, psikomotorik, dan spiritualitas.
Arti panggilan seorang gembala (bnd. Yoh. 10:1-11; Yeh. 34:1-4) menurut Wongso dalam buku Theologia Penggembalaan adalah sebagai berikut: 1) Penunggu (bnd. Yoh. 10:3). 2) Mengetahui isi hati (bnd. Yoh. 10:3, 14). 2) Pemimpin (bnd. Mzm. 23:1). 3) Penyembuh (bnd. Yeh. 34:4). 4) Pemelihara/Pemberi makan (bnd. Yoh. 10:9; 21:15-17; Yeh. 34:14); menghakimi (bnd. Yeh. 34:17-19). 5) Orang yang berkorban (bnd. Yoh. 10:11). Bagi beliau seorang gembala dan hamba Tuhan harus mengerti ketujuh arti ini serta melaksanakannya dengan penuh kesungguhan. Sedangkan, menurut Ingouf (1988:55) ada tiga tugas gembala yaitu memelihara, memberitakan, dan memimpin.
Konsep gembala dalam Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama kata gembala; Ingg. Shepherd; Ibr. raah (k. kerja), roeh (k. Benda) berarti memberi makan atau menggembalakan. Menurut Vine’s, Unger, et. al., (1985:227-228) kata raah mempunyai tiga arti yakni: pertama, mewakili apa yang dilakukan seorang gembala mengumpulkan domba-dombanya, ketika mereka makan rumput di ladang. Pertama kali muncul ketika Yakub berkata kepada gembala-gembala “Hari masih siang, belum waktunya untuk mengumpulkan ternak; berilah minum kambing dombamu itu, kemudian pergilah menggembalakannya lagi” (Kej. 29:7). Kedua, raah dapat juga menggambarkan seluruh pekerjaan dari seorang gembala. Ketika Yusuf berumur tujuh belas tahun ia menggembalakan kawanan domba dengan saudara-saudaranya (bnd. Kej. 37:2). Ketiga, dipakai sebagai metafora untuk menggambarkan hubungan seorang pemimpin atau pengatur dengan manusia. Di Hebron orang-orang berbicara kepada Daud: “...Engkaulah yang harus menggembalakan umat-Ku Israel... “ (bnd. 2 Sam. 5:2). Kata ini secara figuritatif berarti “untuk menyediakan dengan makanan yang bergizi atau “untuk menghidupkan” (bnd. Ams. 10:2).
Douglas (2004:330) mengartikan kata raah hanya dua arti. Bagi beliau ada dua macam gembala dalam Alkitab. Pertama, orang yang menggembalakan ternak. Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia, yaitu gembala yang bersifat ilahi maupun fana. Menurut Baker’s Dictionary of Theology, kata gembala menunjuk kepada tiga figur, yakni: 1) Menunjuk Allah sebagai gembala (bnd. Yes. 40:10; Mzm. 80; 23). 2) Menunjuk pada pemimpin-pemimpin bangsa Israel (bnd. 2 Sam. 5:2; Mzm.78:70; Bil. 27:16; 1 Kor. 17:6; Jer. 2:8; 25:34-36). Nabi Yehezkiel kemudian menekankan bahwa di masa yang akan datang tugas penggembalaan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (bnd. Yeh. 34:2-10). 3) Menunjuk kepada Mesias. Nabi Mikha yang pertama kali menggunakan metafora ini (bnd. 5:2-4), tetapi lebih ditekankan oleh Yehezkiel (bnd. 34:22-24; 37:24).
Menurut Alkitab, gembala dalam arti harafiah pada zaman dahulu mengemban panggilan yang banyak tuntutannya, antara lain: Pertama, panggilan setua panggilan Habel dalam menjaga domba-dombanya (bnd. Kej. 4:2). Kedua, dia harus mencari rumput dan air di daerah yang kering dan berbatu-batu (bnd. Mzm. 23:2). Ketiga, harus melindungi kawanan domba gembalaannya terhadap cuaca buruk dan binatang buas (bnd. Ams. 3:12). Keempat, harus mencari dan membawa kembali setiap domba yang sesat (bnd. Yeh. 34:8; Mat. 18:12). Demikian pulalah gembala secara simbolis akan banyak menuntut pengorbanan; baik tenaga, waktu, pemikiran, dll.
Gembala dalam PL
No Nama Penjelasan
1
Allah sebagai gembala Menurut Douglas (2004:330) dan Villanueva & Shao (1984: 126) dalam Perjanjian Lama istilah gembala sudah dikenal dan peran itu dipersonifikasikan juga kepada Allah yang menuntun hidup seseorang atau umat-Nya (bnd. Yeh. 34:1-16) . Gambaran Allah sebagai gembala diutarakannya dengan lemah lembut dalam pengasuhan-Nya (bnd. Yes. 40:11), tetapi kadang-kadang membina kawanan domba-Nya dengan kemarahan-Nya, lalu dengan pengampunan mengumpulkannya kembali (bnd. Yer. 31:10). Sebagai gembala Ia mendengar, membimbing, menyertai , menghibur, dan mengumpulkan kawanan domba-Nya (bnd. Kej. 49:24; Mzm. 23:1-6; 77:2; 78:52; Yeh. 34:11-15). Allah adalah gembala yang menuntun, mengasihi, memelihara, dan melindungi domba-Nya (bnd. Yes. 4). Hal ini dikuatkan oleh beberapa pengakuan, antara lain: Yakub menyatakan bahwa Tuhan telah menjadi gembala hidupnya (bnd. Kej. 48:15). Daud dalam mazmurnya menggambarkan Allah sebagai gembala bagi dirinya (bnd. Mzm. 23:1-6). Yesaya menyatakan bahwa Allah adalah gembala bagi umat-Nya (bnd. Yes. 40:11). Pengakuan umat Israel bahwa Allah adalah gembala mereka (bnd. Mzm. 100:3).
2
Nabi sebagai gembala Menurut Vine’s nabi adalah meaning one who speaks forth or openly, a proclaimer of a divine message, denoted among the Greeks an interpreter of the oracles of the gods (1985:493). Allah memilih, menentukan, memanggil, dan mengutus nabi dengan satu tujuan yaitu, untuk meneruskan firman-Nya yang datang kepada mereka terhadap umat Allah. Pada satu pihak, mereka hendak memperingatkan, menegur, mengancam, memberitakan hukuman, dan pada pihak lain, menghibur atau dengan rumus yang lazim di gereja, yakni “menjanjikan keselamatan” (Barth & Barth, 2010:280). Hal senada dikemukakan oleh Packer & et. al. (2004:1088-1089), Perjanjian Lama menggambarkan nabi sebagai seseorang yang menerima Firman (wahyu) Tuhan dan menyampaikannya kepada umat. Tokoh yang disebut sebagai nabi adalah Abraham, Musa, dll. Menurut Douglas, Kitab Suci sungguh-sungguh menekankan betapa pentingnya tanggung jawab setiap pemimpin atas pengikut mereka (2004:330). Sebagai nabi ia harus menyatakan kebenaran Allah, menguraikan kehendak Allah yang menegur, mengoreksi dan mentransformasi.
3
Imam sebagai gembala Seorang imam adalah yang berotoritas dalam pelayanan di altar dan dalam pemujaan ritual lainnya “is an authorized minister of deity who officiates at the altar and in other cultic rites”. Imam melaksanakan penyucian, ritual dan sebagai pengantara; dia mewakili manusia di hadapan Allah, berbeda dengan nabi yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia (Vine & Unger, 1985:188). Kata ini dalam Perjanjian Lama ditemukan sebanyak 741 kali. Peranan golongan Lewi sebagai imam, amat jelas dirinci dalam kitab Keluaran, juga kitab Imamat. Di dalam perangkat hukum yang mempersiapkan bangsa itu memulai perjalanan di padang gurun, Allah memisahkan suku Lewi dari suku-suku lainnya, dan ditugasi mengawasi, membongkar, mengangkut, dan mendirikan kembali kemah suci (bnd. Bil. 1:47-54). Para putra Lewi berkemah di sekitar kemah suci, dan agaknya berperan sebagai penyangga guna melindungi sesama suku mereka dari murka Allah, yang mengancam mereka jika tanpa diketahui berhubungan dengan kemah suci (bnd. Bil. 1:51, 53; 2:17) atau peralatannya (Douglas, 2004:423). Tetapi setelah terjadi peralihan dari hidup mengembara di padang gurun ke hidup menetap di tanah kanaan (bnd. Bil. 35), maka mereka mengalami perluasan tugas.
Menurut Berkhof (1996:134) adapun fungsi-fungsi imam sebagaimana disebutkan dalam Alkitab adalah sebagai berikut: Pertama, imam dipilih di antara orang-orang untuk menjadi wakil mereka. Kedua, ia dipilih oleh Tuhan (bnd. Ibr. 5:4). Ketiga, ditetapkan bagi manusia dalam hubungannya dengan Allah, yaitu hal-hal religius. Keempat, pekerjaannya yang khusus adalah memberikan persembahan dan korban karena dosa. Akan tetapi pekerjaan imam mencakup lebih dari sekedar itu saja. Ia juga bersyafaat bagi umatnya (bnd. Ibr. 7:25), dan memberkati mereka dalam nama Tuhan (bnd. Im. 9:22).
4
Raja sebagai gembala Berdasarkan Vine’s Complete Expository Dictionary of Old and New Testament Words (1985:344), kata raja dalam bahasaYun. Basileus). Basilieus berarti penguasa pewaris pemerintah yang sah, pembimbing kehidupan rakyatnya melalui keadilan atau ketidakadilan, tapi dipertentangkan dengan penindas atau perebut takhta (Douglas, 2004:292-293). Ada tiga tugas seorang raja yaitu sebagai pembebas, mengadili dengan benar dan memerintah dengan bijaksana, dan pembawa kesejahteraan. Salah satu kitab yang cukup mewakili untuk menjelaskan peran raja sebagai gembala adalah Yehezkiel. Khususnya dalam pasal 34 ini Yehezkiel menyatakan kesalahan pemimpin-pemimpin Israel dalam menjalankan tugasnya sebagai gembala umat (Yoelade:2010).
Konsep Gembala dalam Perjanjian Baru
Kata Yunani untuk “gembala” adalah poimendan dalam bahasa Inggris shepherd, pastor. Kata poimen dipakai untuk menunjuk tiga hal, antara lain: 1) Secara alamiah ( bnd. Mat. 9:36; 25:32; Mrk. 6: 34; Luk. 2:8, 15, 18, 20; Joh. 10:2, 12). Artinya, seseorang yang menggembalakan domba. 2) Metafora dari Tuhan Yesus (bnd. Mat. 26:31; Mrk. 14:27; Joh. 10:11, 14, 16; Ibr. 13:20; 1 Pet. 2:25). Artinya, Tuhan Yesus yang berperan sebagai gembala bagi umat-Nya. 3) Metafora dari yang bertindak sebagai gembala di dalam gereja (bnd. Ef. 4:11). Artinya, Tuhan Yesus memberikan tanggung jawab bagi gembala gereja untuk menggembalakan umat-Nya.
Ditinjau dari segi sifatnya, ada dua arti dari , antara lain secara literal dan secara figuratif. Pertama, secara literal, a slave tending sheep (Luk. 17:7); berarti seorang gembala secara hurufiah menggembalakan ternak. Kedua, secara figuratif, of activity that protects, rules, governs, fosters (Arndt & Gingrich: 1979: 683). Menggembala secara figuratif mempunyai arti memimpin, menuntun, melindungi (Susanto, 2006:658). Dalam hal ini gembala dipersonifikasikan bagi Allah dalam relasinya dengan umat-Nya, juga bagi pemimpin-pemimpin umat yang adalah wakil Allah dalam menggembalakan umat-Nya. Menurut beliau, menggembalakan itu adalah lead, guide, rule, protect, care for, nurture (1979:683-684).
Dalam Kisah Para Rasul 20: 17, 28; Efesus 4:11 Rasul Paulus menggunakan tiga istilah yaitu penatua (Yun. ύ gembala (Yun. ή, dan penilik/bishop (Yun. έί Dalam 1 Petrus 5:2 Petrus menggunakan istilah penatua (Yun. ύ Presbuteros ialah penatua-penatua atau tua-tua yang menunjukkan pada posisi di mana mereka ditetapkan sebagai penatua berdasarkan kedewasaan rohani; seorang yang dituakan, yang berpikir matang, sesepuh (Selamat Bergereja, 2009:26-27) atau sebutan jabatan gerejawi yang ada di sebuah gereja (Browning, 2009:322). Poimen menunjuk gelar dan fungsi praktis pelayanan. Episkopos artinya penilik menunjuk otoritas spiritualitas, dan pertanggungjawaban/tugas lebih luas (Ingg. of persons who have a difinite function or a fixed office within a group) .
Gembala dalam PB
No Nama Penjelasan
1
Tuhan Yesus
sebagai gembala Sesungguhnya Yesus Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia yang berdosa (bnd.Yoh. 1:1; 1:14; Fil. 2:1-11). Namun, dalam rencana penyelamatan-Nya Tuhan Yesus mendemonstrasikan peran sebagai Guru Agung (bnd. Yoh. 13:13; Mat. 8:19; Mrk. 9:17; Luk. 9:49, dll). Selain itu, Dia juga sebagai gembala Agung (bnd. Yoh. 10:1-21, 1 Pet. 5:4, Ibr. 13:20).
Menurut Bruce (2006, 301-302) dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius –Wahyu, Tuhan Yesus Kristus tidak mendemonstrasikan diri sebagai gembala dengan ala kadarnya. Menurut beliau, Ia adalah gembala yang baik, bertentangan dengan penggembalaan yang buruk dari golongan Farisi. Keluhuran penggembalaan Tuhan Yesus nampak pada tiga hal yang dirangkumkan oleh penulis dari pemikiran Bruce yakni: Pertama, hubungan antara gembala dan domba yang khas. Kedua, kesediaan memberikan nyawa bagi domba-domba-Nya. Ketiga, adanya pemeliharaan. Hal senada dikemukakan dalam buku Handbook to the Bible demikian: Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya sebagai gembala yang benar, yang sejati. Ungkapan tersebut menyimpulkan banyak hal: hubungan yang akrab dan bersifat pribadi, antara diri-Nya dengan setiap pengikut-Nya; jaminan mutlak ketenteraman yang dimiliki di dalam Dia; pimpinan serta bimbingan-Nya; penyertaan-Nya yang terus-menerus; pemeliharaan-Nya yang setia; kasih-Nya yang penuh pengorbanan (2004:610). Gembala yang ideal haruslah kuat, rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri (Douglas, 2004:330).
2
Paulus sebagai gembala Paulus adalah seorang Farisi yang belajar hukum Yahudi di bawah Gamaliel (bnd. Kis. 21:39). Ia bertobat dan menjadi rasul kepada orang-orang bukan Yahudi (bnd. Kis. 26:12-20). Dalam suratnya kepada jemaat di Kreta (Titus) dan Efesus (Timotius), nampak jelas bahwa ia telah menunaikan tugas dengan berperan sebagai mentor, pengajar, gembala, orang tua rohani, dll (Purba, 2012: 38-40). Rasul Paulus mengajak warga jemaat agar saling menolong, saling menghibur, saling membangun di antara kawanan jemaat, dan sabar terhadap tiap-tiap orang (bnd. 1 Tes. 5:1, 14-22). Surat-surat Paulus kepada Timotius dan Titus disebut sebagai pastoral letters atau pastoral epistles. Istilah pastoral epistles mula-mula digunakan oleh Anton dari Halle, Jerman, pada tahun 1726 yang beranggapan bahwa baginya, kedua surat ini ditulis oleh seorang gembala untuk rekan-rekan gembala yang lain (YLSA, 2001; Douglas, 2004:479). Sejalan dengan itu, Arichea dan Hatton (2004:ii) mengemukakan, sedikitnya ada dua alasan ketiga surat pendek (1 dan 2 Timotius serta Titus) disebut sebagai surat-surat penggembalaan yaitu: pertama, surat-surat ini ditulis oleh seorang pemimpin gereja yang berusia lebih tua (Paulus) kepada pemimpin yang berusia lebih muda (Timotius dan Titus). Kedua, surat-surat ini membahas masalah-masalah penggembalaan jemaat; misalnya, syarat-syarat pemimpin gereja, pengajaran tentang doktrin yang sehat dan benar dalam gereja, dan bagaimana sebaiknya tingkah laku yang benar dari pemimpin gereja serta orang-orang Kristen pada umumnya.
3
Petrus sebagai gembala Bahwa titik balik Petrus memikirkan dan mendemonstrasikan diri sebagai gembala adalah ketika Tuhan Yesus memerintahkan Petrus untuk menggembalakan kawanan domba milik-Nya (bnd. Yoh. 21:15-17). Petrus menjadi pemimpin jemaat/gereja yang baru lahir, sebagaimana telah dinubuatkan Tuhan Yesus (bnd. Mat. 16:13-20). Menurut laporan Alkitab dialah yang pertama-tama memberitakan Injil (bnd. Kis. 2). Setelah memberitakan Injil, mengajar, dan menggembalakan jemaat seumur hidupnya. Dalam surat Petrus ke kelompok-kelompok orang Kristen yang tersebar di lima propinsi Romawi, nampak jelas bahwa ia memandang Tuhan Yesus Sebagai Gembala Agung bagi umat-Nya. Pesan Petrus pun mengandung penghiburan, pengharapan, dan dorongan untuk tetap gigih dan tegar (Handbook to the Bible, 2004:719), sebagai gambaran dari keunikan seorang gembala.
Di kemudian hari Rasul Petrus meneruskan pesan Tuhan Yesus dan memerintahkan agar para penatua (ύ) menggembalakan domba-domba yang dipercayakan Allah kepada mereka. Dalam Handbook To The Bible (2004:721), sebagai seorang pemimpin dan seorang saksi mata peristiwa penyaliban Kristus – Rasul Petrus mengimbau segenap pemimpin jemaat agar mempunyai “jiwa seorang gembala” yang sejati (5:1-4; Yoh. 10 dan 21:15). Ia mengajak para pemimpin gereja setempat untuk menunaikan tugas dengan penuh kerelaan hati, kegembiraan dan menjadi teladan (Wheaton & Rikin, 2006:832). Dalam nasehatnya terhadap para penatua, khususnya dalam 1 Petrus 5:1-4 terdapat prinsip dalam menggembalakan “domba” yang dipercayakan Allah, yakni: Pertama, tindakan gembala. Kedua, motivasi gembala. Ketiga, cara atau pendekatan gembala.
Terkait dengan 1 Petrus 5:1-4, Calvin mengemukakan ada tiga tugas gembala yang sangat mendesak yakni kemauan/kesigapan untuk memperhatikan, kemurahan, dan kelemahlembutan. Pada umumnya para gembala melakukan kebalikannya yakni kemalasan, keinginan akan keuntungan, dan nafsu untuk kekuasaan.
Ciri-Ciri (Indikator) Seorang Gembala
Dalam konteks kekristenan istilah gembala bukanlah hal baru. Analogi gembala yang memelihara domba, dengan gembala yang memelihara umat Allah sudah sejak lama dipakai. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap literatur tentang gembala, maka penulis menguraikan ciri atau indikator seorang gembala, antara lain:
1. Menyertai
Dalam Perjanjian Lama, khususnya Mazmur 23:4 diketengahkan bahwa sumber ketenangan Daud adalah Allah. Pada saat-saat bahaya, kesulitan, dan kematian, Daud tidak takut. Mengapa? Karena Allah beserta Daud di dalam setiap situasi kehidupan (bnd. Mat. 28:20) ; Sedangkan, dalam Perjanjian Baru, Yohanes memaparkan prinsip Tuhan Yesus sebagai Guru Agung, juga sebagai gembala, memeriksa kondisi domba-dombanya dengan baik baik pagi, siang, dan petang (bnd. Yoh. 10:1-18). Hal ini mengindikasikan bahwa Yesus yang berperan sebagai gembala memiliki insentitas waktu yang banyak bersama domba-domba-Nya. LAI dalam Alkitab Edisi Studi menjelaskan bahwa hidup seorang gembala tidaklah mudah. Para gembala menghabiskan sebagian besar waktu mereka di alam bebas, mengawasi kawanan ternak, dan seringkali harus tidur dekat hewan-hewan itu untuk melindungi mereka dari perampok dan serangan binatang buas.
2. Melindungi
Douglas (2004:330) mengemukakan bahwa salah satu tugas gembala adalah untuk melindungi domba-dombanya. Artinya, seorang gembala secara literal bertugas untuk menyelamatkan domba yang berada dalam bahaya, membela domba ketika diserang oleh binatang buas, dan mencari domba ketika tersesat (bnd. 1 Sam. 17:34-35). Sejalan dengan itu, LAI dalam Alkitab Edisi Studi menyatakan bahwa seorang gembala bertugas mengawasi dan melindungi domba-dombanya, baik dari serangan binatang buas maupun dari para pencuri. Hal senada dikemukakan dalam Yehezkiel 34:2-10 bahwa tugas para gembala adalah melindungi kawanan dombanya agar tidak dicuri atau dibunuh oleh binatang luar, atau menjaganya agar tidak tersesat. Abineno juga melihat tindakan melindungi adalah sebuah ciri khas penggembalaan. Bahkan, beliau mengatakan bahwa ada tiga hal yang didemonstrasikan Anak Allah bagi umat-Nya yakni menghimpunkan, melindungi dan memelihara (1967:38).
3. Menasihati
Dalam Mazmur 23, mazmur yang paling lembut dan menghiburkan, gembala disebut memiliki tongkat lambang otoritasnya. Dengan tongkat itu ia akan mendisiplin domba-domba-nya... Selanjutnya beliau juga menekankan pentingnya seorang gembala yang sejati memperingatkan dombanya dan mempersiapkan mereka untuk bahaya yang mengganggu. Dalam surat Ibrani ada lima ciri metode pastoral yaitu: Pertama, ia memberi nasihat secara berkala. Kedua, memberi peringatan-peringatan yang jelas tentang jalan rohani yang agaknya mereka tempuh (bnd. Ibr. 2:2-3; 6:1-8; 10:26-31 dan 12:25). Ketiga, dorongannya yang lembut. Keempat, teladan yang mendorong. Kelima, penerapannya yang seksama. Sejalan dengan itu, Johanes Calvin dalam Institutes of the Christian Religion mengetengahkan bahwa pekerjaan gembala adalah memberitakan firman Allah, mengajar, menegur, menasihati, mengecam, baik di muka umum maupun secara pribadi.... Artinya, salah satu tugas gembala adalah memberikan nasihat, dan peringatatan yang tegas bagi domba-domba yang melakukan tindakan indisipliner.
4. Mendoakan
Tidball memandang Musa sebagai pemimpin yang menggembalakan umat Allah dengan memberitahukan ketetapan-ketetapan secara rinci baik dalam aspek moral, agama, dan sosial kepada umat-Nya. Di samping itu dalam pandangannya Musa juga seorang nabi yang dekat dengan Allah. Akibat kedekatannya dengan Allah, maka Musa tampil sebagai seorang juru syafaat yang mendoakan orang lain. Rasul Paulus giat berdoa bagi jemaat yang dilayaninya (bnd. Ef. 1:15-21; 3:14-21). Tuhan Yesus pun mengajarkan doa yang sempurna (bnd, Mat. 6:9-13), berdoa menjadi kebiasaan-Nya (bnd. Mat. 14:23), dan berdoa bagi murid-murid-Nya (bnd. Yoh. 17: 1-26). Hal ini diteguhkan oleh imam yang bertugas sebagai gembala juga mendoakan umat Allah dan memberkatinya (bnd. Bil. 6:24-26).
5. Memimpin Ibadah
Menurut Tidball dalam Perjanjian Lama Allah juga memberikan tanggung jawab terhadap imam agar bertugas sebagai gembala bagi umat-Nya. Tugas mereka dipahami sebagai upaya menerapkan seluruh Taurat, pada kehidupan umat (bnd. Yeh. 44:23; Hag. 2:11-13). Tugas mereka sehari-hari terdiri atas mempersembahkan kurban (bnd. Ul. 33:10), mengucapkan berkat (bnd. Bil. 6:22-27) dan memelihara kekudusan moral, fisik, dan sosial. Packer & et. al. yakni:
Ia harus bertindak atas nama manusia dalam hal-hal yang berhubungan dengan Allah. Sebagai contoh, Ia harus mempersembahkan kurban dan persembahan karena dosa, memohon doa syafaat bagi umat yang diwakilinya, dan memberkati mereka (Ibr. 5:1; 7:25; Im. 9:22).
Artinya, keseharian mereka diisi dengan tugas memimpin dan menyucikan umat dalam memasuki hadirat Allah. Dan bertujuan untuk menolong dan memperlengkapi umat agar mengalami spiritualitas yang sehat.
6. Menyejahterakan
Dalam LAI para raja dikenal sebagai gembala bagi rakyat. Tanggung jawab mereka ialah menyejahterakan dan melindungi rakyat mereka (bnd. Yeh. 31:1-16). Senada dengan itu Barth & Barth juga memandang raja sebagai gembala terhadap umat-Nya dengan tugas untuk menyejahterakan umat, disamping melindungi, dan memberikan keadilan kepada umat Allah. Petrus juga menyerukan hal yang sama yakni bahwa tugas seorang gembala adalah memelihara kawanan domba dan mengawasi kesejahteraan mereka (bnd. 1 Pet. 5:2). Dalam kerangka itulah Allah berfirman, “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan kulindungi (bnd. Yeh. 34:16). Artinya, seorang gembala mengarahkan perhatian kepada pentingnya memastikan bahwa anggota yang sehat dari kawanan itu dengan mendapatkan cukup makan.
7. Dikenal Dan Mengenal Dengan Baik
Dalam Yohanes 10:1-18 yang menjadi ciri khas seorang gembala yang baik adalah mengenal domba-domba-Nya agar dapat menjawab kebutuhan dengan tepat dan memberi diri dikenal oleh domba-domba-Nya. Pengenalan dan kasih Allah akan anak-anak-Nya meliputi kasih sayang, kesetiaan, dan kepedulian yang penuh. Tidball mengetengahkan bahwa segi yang paling utama dari ajaran Yesus yang relevan dengan pelayanan penggembalaan terdapat dalam perumpamaan Gembala yang Baik (bnd. Yoh. 10:1-21) . Wongso (2007:19) mengemukakan bahwa mengenal domba-dombanya, mengetahui kondisinya, mengenal nama domba-dombanya, dan memberi nama sesuai dengan sifat masing-masing (bnd. Yoh. 10:3, 14) adalah ciri khas seorang gembala. Salah satu ciri keluhuran penggembalaan Yesus diwujudnyatakan dengan pemahaman yang mendalam akan domba-dombanya atau mengenal dombanya dengan baik; sebaliknya adanya keakraban antara domba dengan gembala .
8. Mengorbankan Diri
Douglas mengemukakan bahwa gembala yang ideal haruslah kuat, rela berkorban, dan tidak mementingkan diri sendiri. Senada dengan itu Tidball (1995:55), Wongso (2007:21), & Stamps (Ed) (1999:1722) mengemukakan bahwa gembala harus siap untuk mengorbankan nyawanya dalam memelihara dombanya . Seorang pemimpin harus memiliki pengorbanan yang lebih besar daripada rekan kerjanya, sehingga ia dapat memimpin rekan kerjanya, dengan dirinya sendiri sebagai teladan. Sekali berkorban tetap berkorban untuk selamanya. Hal ini pun ditekankan dan didemonstrasikan oleh Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia bagi domba-domba-Nya (bnd. Yoh. 10:15), dan Petrus ketika memberikan nasehat kepada para penatua (bnd. 1 Pet. 5:2). Secara simbolis dalam Yohanes 10:1-21 ditemukan bahwa secara singkat terdapat inti pemahaman Yohanes tentang tugas penggembalaan. Pelayanan adalah mengorbankan diri sendiri. Hal ini tepat bahwa penggembalaan adalah kehidupan yang sulit dan menuntut pengorbanan.
9. Menjadi Teladan (Model)
Keteladanan dapat dipandang sebagai pembimbingan pasif. Alkitab menetapkan Kristus, Petrus, dan Paulus sebagai model dan mendorong tindakan menjadi teladan sebagai satu cara untuk memberikan pengajaran kepada umat-Nya. Artinya, seorang yang menggembalakan komunitas tertentu harus menghadirkan pengajaran-pengajaran yang mulia itu dalam kesehariannya baik itu dimensi spiritualitas, moral, sosial, emosional, dll (bnd. Mat. 7:28-29: 1 Tim. 4:12-16). Yesus berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama...” (bnd. Yoh. 13:15). Menurut Tidball kehidupan para pemimpin mesti terbuka untuk penelitian yang cermat dan mampu bertahan terhadap pemeriksaan yang teliti. Mutu kehidupan mereka haruslah sedemikian rupa sehingga cocok untuk menjadi panutan bagi orang lain dalam gereja (bnd. Kis. 20:35). Scholey menyimpulkan bahwa tugas utama seorang gembala harus melawan setiap guru palsu, baik secara verbal maupun teladan pribadi.
10. Memberikan Pengajaran Yang Berkualitas Dan Sehat
Dalam Yohanes 21: 15-19 Tuhan Yesus memerintahkan agar Petrus memberikan makanan yang sehat bagi domba-domba. Namun, makanan yang dimaksudkan bukanlah mengacu pada makanan fisik, namun pada makanan rohani. Paulus menulis nasehat kepada Timotius sebagai gembala di Efesus agar melawan ajaran palsu, dan memberikan ajaran sehat bagi domba-domba yang dipercayakan Allah kepadanya (bnd. 1 Tim. 4:1-16). Tidball (1995:126) mengemukakan bahwa gembala seorang pekerja yang harus memperhatikan mutu pekerjaannya (bnd. Kol. 4:17; 2 Tim. 2:15).
11. Menjalankan Tugas Dengan Sukarela, Kegembiraan, Dan Menjadi Teladan
Menanggapi 1 Petrus 5:1-4, Wheaton & Rikin mengajak para pemimpin gereja setempat untuk menunaikan tugas dengan penuh kerelaan hati, kegembiraan, dan menjadi teladan. Berkaitan dengan strategi penggembalaan, Tidball terinspirasi dari Paulus yang melakukan pelayanan penggembalaan dalam pengabdian dan kasih. Strategi penggembalaan Paulus dapat diringkaskan oleh kata-kata seperti memberi dorongan, memberi kemampuan, uraian, teladan, dan nasihat. Dan semuanya itu dilakukan dengan sukarela . Seorang gembala harus memimpin jemaatnya dengan menjadi teladan dalam pengabdian kepada Kristus, pelayanan yang rendah hati, ketabahan dalam kebenaran, ketekunan dalam doa, dan kasih akan firman Allah.
12. Tidak Membeda-bedakan atau Mengasihi Satu Persatu
Marx menekankan bahwa mengasihi satu persatu adalah keharusan, tidak boleh membeda-bedakan berdasarkan latar belakang, status sosial, alur berpikir, dll. Senada dengan itu, Daniel Stefanus mengemukakan bahwa kasih sebagai dasar bagi hubungan antar orang. Sama halnya dengan Tidball menekankan bahwa mengurus domba harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah. Stamps (Ed.) dalam Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan mengetengahkan:
Dengan mempergunakan metafora yang sering terdapat dalam PL (bnd. 28:9; 79:13; 80:2; 95:7; Yes. 40:11; Yer. 31:10; Yeh. 34:6-19), Allah menyamakan diri-Nya dengan seorang gembala untuk melukiskan kasih-Nya yang besar bagi umat-Nya. Tuhan Yesus sendiri menggunakan metafora yang sama untuk menyatakan hubungannya dengan umat-Nya (bnd. Yoh. 10:11-16; Ibr. 13:20; 1 Ptr. 5:4; Why. 7:17). Dua kebenaran ditekankan disini: 1) Allah, melalui Kristus dan oleh Roh Kudus, demikian memperhatikan setiap anak-Nya sehingga Ia ingin mengasihi, memelihara, melindungi, membimbing, dan dekat dengan anak itu, sebagaimana dilakukan oleh seorang gembala yang baik dengan domba-dombanya sendiri. 2) Orang percaya adalah domba-domba Tuhan, dan sebagai sasaran khusus kasih sayang dan perhatiannya.
13. Mengunjungi
Suatu gambaran yang benar tentang Yohanes Calvin bahwa ia memandang penting sisi penggembalaan. Dikatakan bahwa “Tidurnya tidak cukup. Rumahnya selalu terbuka bagi siapa saja yang memerlukan bimbingan. Ia tetap mengikuti urusan-urusan gereja dan negara. Ia mengunjungi orang sakit dan lemah semangat, dan mengenal hampir semua penduduk kota” . Senada dengan itu Oden mengetengahkan bahwa prinsip seorang gembala adalah mengunjungi dari rumah ke rumah (bnd, Kis. 5:42). Sejalan dengan itu Wongso (2007:102) & Ingouf (1988:54-55) menyatakan bahwa salah satu arti penggembalaan atau tugas yang berprioritas tinggi adalah perkunjungan (visitation). Teladan Yesus dalam mengunjungi umat yang dilayani pun dapat dilihat dalam Alkitab yaitu: Kunjungan terhadap Nikodemus (bnd. Yoh. 3:1-9); kunjungan Yesus terhadap perempuan Samaria (bnd. Yoh. 4:1-42); Kunjungan terhadap perwira (bnd. Yoh. 4:47-50); kunjungan terhadap seorang anak muda yang mati (bnd. Luk. 7:11), dll.
14. Menjalin Relasi Dengan Kebapaan dan Persahabatan
Menurut Tidball (1995:121) & Wongso (2007:24) gagasan tentang gembala sebagai bapa bagi jemaatnya terutama sekali tepat apabila gembala itu memimpin jemaatnya kepada kelahiran baru di dalam Kristus (bnd. 1 Kor. 4:15; Gal. 4:19; 1 Tes. 2:11; 1 Tim. 1:2; Tit. 1:4 dan Fil. 10). Kiasan inang pengasuh dan bayi yang erat kaitannya yang terdapat dalam 1 Tesalonika 2:7 menggunakan gambaran orangtua untuk melukiskan hubungan antara seorang gembala dan jemaatnya. Tuhan Yesus mendemonstrasikan prinsip persahabatan terhadap murid-murid-Nya ketika melakukan pembinaan selama kurang lebih tiga setengah tahun (bnd. Yoh. 15:9-17). Andar juga memandang tugas mengajar dan mendidik sebagai arena mendemonstrasikan pelbagai fungsi yaitu sebagai bapak, sahabat, dll.
15. Memotivasi
Tugas lain dari seorang berperan sebagai gembala adalah dengan memberikan motivasi. Tidball mengetengahkan bahwa salah satu aspek dari peranan seorang gembala adalah mendorong, selain memberitakan Injil, memulihkan, dan memberi makan. Selanjutnya, Tidball mengemukakan bahwa selain imam, nabi, raja, dan hakim-hakim sebagai gembala dalam Perjanjian Lama, bagi Tidball orangtua juga berperan sebagai gembala bagi anak-anaknya yaitu dengan memberikan dorongan atau motivasi agar taat kepada hukum-hukum Allah (1995:47).
Dosen Sebagai Gembala
Pandangan B.S. Sidjabat Dorothy I Marx
Berkaitan dengan peran-peran dosen beliau pernah mengatakan bahwa salah satu peran dosen adalah sebagai gembala. Menurutnya sebagai pelayan Tuhan, guru dalam konteks Pendidikan Teologi juga dipanggil berperan sebagai gembala, yang mesti melayani dengan sukarela dan dengan pengorbanan diri (bnd. 1 Petrus 5:1-3).
Dalam Yohanes 10:1-18 yang menjadi ciri khas seorang gembala yang baik adalah mengenal domba-domba-Nya agar dapat menjawab kebutuhan dengan tepat. Dalam hal ini ada kesediaan dari pihak dosen untuk mengenal mahasiswa-mahasiswinya, dan kesediaan dosen untuk dikenal oleh para mahasiswa-mahasiswinya. Gagasan beliau tentang pentingnya mengenal naradidik adalah dari Gangel dan Hendricks, demikian penuturannya;
Apa lagi alasan bagi guru untuk semakin mengenal peserta didiknya? Gangel dan Hendricks (1988) mengemukakan bahwa jika guru berusaha mengenal peserta didik yang akan dilayaninya, ia akan lebih tertolong dalam merumuskan tujuan belajar dan dalam merencanakan bahan yang relevan atau sesuai dengan kebutuhan mereka. Guru dapat pula memikirkan pendekatan yang lebih tepat untuk menolong terjadinya proses belajar karena sudah memiliki gambaran tentang karakteristik anak didik. Selain akan sangat tertolong dalam merencanakan strategi pembelajaran, pada akhirnya guru akan lebih mudah mengatasi kesulitan-kesulitan belajar dengan cara memberi pertolongan yang cocok bagi peserta didik melalui kegiatan konseling pribadi maupun bimbingan kelompok (1993:134).
Hal senada dikemukakan oleh Hendricks (2009:114) bahwa mengenal nara didik mempunyai makna bagi keberhasilan studi mahasiswa/i. Sebab jika seorang pendidik mengenal nara didiknya dengan baik, maka tendensinya dapat menjawab/memenuhi sesuai kebutuhan. Memang mengenal mahasiswa/i dengan baik bukanlah perkara mudah, namun memerlukan komitmen, waktu, dan kesediaan untuk membayar harga demi kemajuan nara didiknya. Dari hal di atas, nampak jelas bahwa pentingnya dosen berperan sebagai gembala bagi mahasiswa-mahasiswinya dalam hal mengenal murid-muridnya satu persatu. Dorothy I. Marx adalah seorang akademis, etikus, dan teolog yang berpandangan bahwa sepatutnya dosen berperan sebagai gembala bagi mahasiswa-mahasiswinya.
Bagi beliau dosen yang mendemonstrasikan peran sebagai gembala yang baik patutlah mengenal kawanan dombanya, dengan mengunjungi, bersekutu, sebab mustahil hanya sekali tatap muka dapat berkenalan. Sedang untuk menciptakan keakraban antara dosen dengan mahasiswa/i, dan antar mahasiswa/i pada setiap akhir semester beliau mengadakan malrol (malam ngobrol). Pertemuan ini diadakan untuk segala macam pembicaraan dalam suasana santai. Selain itu kadang-kadang mereka mengadakan retreat ke Lembang (Hetasihon, 1995:39). Dasar berpikir Dorothy I. Marx adalah dari Perjanjian Lama, Allah menyatakan diri-Nya sebagai gembala di tengah domba-Nya (Yeh. 34). Daud pun dalam mazmurnya yang terkenal menceritakan kesadarannya akan Allah sebagai Gembala dirinya (Mzm. 23). Dalam PB, Kristus menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik (Yoh. 10), dan memerintahkan Petrus untuk menggembalakan kawanan domba milik-Nya (Yoh. 21:15-17). Dari bagian-bagian tersebut tampak bahwa peran gembala secara utama dipegang oleh Allah sendiri, tetapi Allah juga memberi tanggung jawab pada murid-Nya untuk menjadi gembala bagi domba-domba-Nya (Hetasihon, 1995:39).
Bagi beliau gambaran seorang gembala adalah Sebagai gembala, seorang pembina harus sedia mengorbankan dirinya bagi para dombanya. Jika ada bahaya mengancam hidup domba-dombanya, seorang gembala akan rela menyediakan dirinya untuk melindungi domba-domba-Nya, biarpun hal itu membahayakan keselamatannya sendiri. Jika ada domba yang terhilang, maka sang gembala akan bertekun mencarinya sampai ketemu, apapun resiko yang dihadapinya. Gembala bertanggung jawab atas keberadaan para dombanya, mencarikan tempat-tempat dimana makanan dan minuman yang menyehatkan tersedia dengan limpahnya, kemudian dia akan mengarahkan para dombanya ke tempat itu. Dia akan memperhatikan apa yang dinikmati para dombanya, mengawasinya dengan baik dan menjaga agar mereka mendapat makanan dan minuman yang cukup.
Penutup
Dalam Perjanjian Lama Allah dipersonifikasikan sebagai gembala yang menuntun, melindungi, membimbing, menyertai, membela, menghibur, dan mengumpulkan kawanan domba-Nya (bnd. Kej. 49:24; Mzm. 23:1-6; 77:2; 78:52; Yeh. 34:11-15; Mzm. 100:3). Selanjutnya, Allah memberikan tanggung jawab bagi pemimpin-pemimpin umat, yaitu nabi, imam, dan raja untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus diperkenalkan sebagai Tuhan, guru, juga berhati gembala (bnd. Yoh. 1:1-2; 3:1-15; 10:1-18; 14:6). Keluhuran penggembalaan Tuhan Yesus nampak pada pengenalan akan murid-murid-Nya (bnd. Yoh. 10:3-4; 14), dan kerelaan-Nya untuk memberi hidup bagi orang-orang yang dilayani (bnd. Yoh. 10:14-18). Demikian juga dengan Paulus dan Petrus mendemonstrasikan peran sebagai gembala bagi domba-domba-Nya.
Berdasarkan pemikiran pakar Pendidikan Kristen dalam konteks Pendidikan Teologi dosen perlu berperan sebagai gembala. Menurut Sidjabat sebagai pelayan Tuhan, guru dalam konteks Pendidikan Teologi juga dipanggil berperan sebagai gembala, yang mesti melayani dengan sukarela dan dengan pengorbanan diri (bnd. 1 Pet. 5:1-3). Marx berpandangan bahwa sepatutnya dosen mengenal, mengasihi, membimbing, mendoakan, sedia melindungi, dan mengorbankan dirinya bagi para dombanya.
Pentingnya peran dosen sebagai gembala dikarenakan memberi pengaruh positif kepada keberhasilan mahasiswa secara menyeluruh (kognitif, afektif, psikomotorik, dan spiritualitas), dan kemajuan lembaga. Sebagai usulan maka perlu meningkatkan peran khusus dosen dan umum, memadukan peran khusus dan umum, perlu bertindak praktis sebagai gembala bagi mahasiswa dengan menyertai, melindungi, menasihati, mendoakan, mengikuti ibdah bersama mahasiswa, menyejahterakan, dikenal dan mengenal, mengorbankan diri, menjadi teladan, memberikan pengajaran yang berkualitas dan sehat, menjalankan tugas dengan sukarela, kegembiaraan dan menjadi teladan, menjalin keakraban, tidak membeda-bedakan, mengunjungi, menjalin relasi, memotivasi,
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Handbook to the Bible. Bandung: Kalam Hidup, 2004.
Barker, Kenneth. (Ed.). The MV Study Bible. Grand Rapids, Michigan:
Zondervan Publishing House, 1992.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Jakarta: Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1996.
Douglas, J.D. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini I dan II. Jakarta: Yayasan
Bina Kasih/OMF, 2004.
Frommel.,Barth Claire Marie,.et. al. Teologi Perjanjian Lama 2. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2010.
Gingrich F. Wilbur,.Arndt F. William. Greek – English Lexicon of the New
Testament and Other Early Christian Literature. London: The University
Chicago Press, 1979.
Ginting, E.P. Penggembalaan Hal-Hal Yang Pastoral. Bandung: Bina
Media Informasi, 2006.
Gugus. Peran Dosen Dalam Pencapaian Mutu Perguruan Tinggi.
http://spm- fmipa- unesa.blogspot.com/2011/02/peran-dosen-dalam-
pencapaian-mutu.html, 2011. Diunduh pada tanggal 28 Februari 2014, pukul 15.00 WIB.
Guthrie D, Motyer A. J. Wiseman D. J. (Ed.). Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 –
3. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004.
Harahap, H.A.H.,Poerbakawatja, Soegarda. Ensikolopedi Pendidikan.
Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Harrison, F. Everett. (Ed). Baker’s Dictionary of Theology. Michigan: Baker
Book House, 1988.
Hetasihon, Yvone. Gembalakanlah Domba-Domba-ku di Indonesia.
Jakarta: Panitia Perayaan 30 tahun Kependetaan Dr. Dorothy I. Marx, 1995.
Jr. White William, Unger F. Merril, et. al. Vine’s Complete Expository of Old and New Testament Words. (Nashville: Thomas Nelson Publishers), 1985.
Kaiser, Jr. Walter C. Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2004.
LAI. Alkitab Edisi Studi. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010.
Merril, C. Tenney and William White, et.al. Ensklopedi Fakta Alkitab 1 dan
2. Malang: Gandum Mas, 2004.
Morris, Leon. Teologi Perjanjian Baru. Malang: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 2001.
Napitupulu, Rika & Tuasuun Dina. Buku Itu Pintu Kalbu. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010.
Oden, C. Thomas. Pastoral Theology. New York: Grand Rapids, 1983.
Pentak, & Leman. The Way of The Shepherd. Bandung: Visipress, 2010.
Price, J.M. Jesus the Master. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1947.
Power, Bruce P. Christian Education Handbook. Nashville: United States
of America, 1996.
Ridderbos, Herman. Paulus Pemikiran Utama Theologinya. Surabaya:
Momentum, 2010.
Sidjabat, B.S. Mengajar Secara Profesional. Bandung: Kalam Hidup, 2005.
-------. (2004c). “Peran dan Tanggung Jawab Dosen di Perguruan Tinggi Kristen”.
Jurnal Teologi Pengarah, Edisi ke-8: 2-10.
Stamps. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas, 1999.
Tidball, Derek J. Teologi Penggembalaan. Malang: Gandum Mas, 1995.
Torrance W. David & Thomas F. Torrance (Ed.). Calvin’s New Testament
Commentaries – Hebrews and 1 & 2 Peter. Michigan: Wm. B. Eerdmans
Publishing Company, 1963.
Wongso, Peter. Theologia Penggembalaan. Malang: SAAT, 2007.
Sebuah perspektif lain tentang peran dosen sebagai gembala bagi mahasiswa dalam pembelajaran. Semoga bermanfaat!
BalasHapus