TURNITIN: KATAKAN TIDAK PADA PLAGIARISME
Menulis butuh Perjuangan
Ini adalah sebuah pesan yang saya terima pagi ini dari seorang pengelola Jurnal di Indonesia.
Pagi pak Alon, saya sudah cek artikelnya di Turnitin. Tingkat kemiripan masih 21%. Batas toleransi di jurnal kami maksimal 20%. Jadi, Bapak tinggal edit sedikit lagi saja, supaya kemiripan di bawah 20%.
Cerita di atas menunjukkan betapa sulitnya menghasilkan artikel ilmiah yang original dan betapa tidak mudahnya proses yang harus dilalui agar artikel kita dapat dipublikasikan.
Sebenarnya ini bukanlah pengalaman pertama artikel saya dicek dengan menggunakan alat pendeteksi plagiat karya ilmiah, namun yang menarik adalah bahwa jurnal ini baru beroperasi akan tetapi mereka telah mengelolanya secara profesional.
Tentunya, jurnal tersebut belum terakreditasi SINTA, namun patut diacungi jempol bahwa mereka hanya ingin menerima dan mempublikasikan artikel yang original. Jika mereka tetap berpegang pada prinsip tersebut saya yakin bahwa jurnal tersebut akan berpotensi untuk terakreditasi SINTA.
Menulis artikel ilmiah di era sekarang memang membutuhkan perjuangan. Selain itu, membutuhkan pemahaman, keterampilan, keseriusan, keuletan dan kejujuran akademis. Bagaimana tidak? karena Turnitin bisa mendeteksi apakah tulisan kita itu hasil plagiat atau tidak. Turnitin mematikan keinginan beberapa orang untuk menulis dengan mudah, serampangan dan tanpa memerhatikan etika penulisan artikel ilmiah.
Pengalaman ini semakin memotivasi agar mampu menelurkan / melahirkan ide yang original dan menjadi berkat bagi para pembaca.
Untuk meneguhkan pemikiran di atas, saya membaca buku yang berjudul Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, karya Dr. Henry Soelistyo, SH. LL.M ditemukan bahwa tingkat plagiarisme di tahun 2011 ke bawah masih tinggi di tingkat Perguruan Tinggi, apakah itu plagiarisme ide, plagiarisme kata demi kata, plagiarisme atas sumber dan plagiarisme kepengarangan.
Menariknya dalam buku itu dia mengangkat 12 contoh kasus plagiarisme di Indonesia dalam konteks Perguruan Tinggi. Ternyata seorang akademisi pun bisa terjebak dalam praktik hidup yang tidak baik. Hal ini juga semakin membuka mata bahwa kejujuran akademis haruslah diperjuangkan.
Sasaran buku itu memiliki hasrat untuk mengembangkan moralitas kejujuran akademis dan integritas. Sasarannya mensterilkan karya tulis mahasiswa dan kalangan intelektual lainnya dari noda copy paste, parafrase, dan pengutipan yang ceroboh tanpa menyebutkan sumber.
Bagaimana tingkat plagiarisme di masa sekarang? entahlah, namun harapannya akan semakin menurun, bahkan tidak ada sehingga lahirlah artikel ilmiah yang berdaya saing tinggi dan memberikan kontribusi positif bagi para pembaca.
Jadi, seorang peneliti dan penulis hendaklah menghindari penyimpangan dari praktek-praktek di bawah ini;:
a. Rekaan (fabrikasi), pemalsuan data (falsifikasi), hoax, rasis, tindakan lain yang meyimpang dari praktek yang lazim berlaku dalam komunitas ilmiah.
b. Plagiarisme yang diartikan tindakan yang meniru/menjiplak karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Sejumlah pemahaman untuk menjelaskan originalitas karya ilmiah adalah sebagai berikut :
• Kita mengatakan sesuatu yang belum pernah dikatakan oleh orang lain.
• Kita melakukan karya empiris yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
• Kita mensintesa hal yang belum pernah disentesa sebelumnya atau “things which have not been put together before.”
• Kita membuat interpretasi baru dari gagasan atau hasil karya orang lain.
• Kita melakukan di negara ini sesuatu yang baru dilakukan di negara lain.
• Kita mengambil teknik yang ada untuk mengaplikasikannya dalam bidang atau area baru.
• Kita bekerja dalam berbagai disiplin ilmu dengan menggunakan berbagai metodologi.
• Kita meneliti topik yang belum diteliti oleh orang dalam bidang ilmu kita.
• Kita menguji pengetahuan yang ada atau ide orang lain dengan cara original.
• Kita menambah pengetahuan dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
• Kita menulis informasi baru untuk pertama kali.
• Kita memberi eksposisi terhadap gagasan orang lain.
• Kita melanjutkan hasil sebuah karya yang original.
• Membawa bukti baru untuk membuktikan isu yang lama.
• Menambahkan pengetahuan dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
c. Autoplagiarism yang diartikan tindakan yang mengulang kembali karya tulis yang telah pernah dipublikasikan, tanpa menyebutkan dimana untuk pertama kali karya tersebut dipublikasikan.
Hal senada, plagiarisme: a) Copy-paste karya ilmiah orang lain dengan sedikit perubahan; b) Mengutip secara langsung data atau pendapat orang lain tanpa mengakui sumbernya; c) Mengutip secara tidak langsung dan mengkalimatkan pendapat orang lain tanpa mengakui sumbernya; d) Mencontoh karya tulis orang lain tanpa mengakuinya. Cara mengatasi: a) Perlunya perencanaan secara transparan (kolokium/sidang proposal); b) Perlunya belajar mengutip pendapat orang lain dengan jujur; c) Perlu berlatih mengkalimatkan pendapat orang lain untuk keperluan data penelitian; d) Kesadaran akan kekudusan Allah dalam pengerjaan studi dan penelitian (B.S. Sidjabat 2013, h. 3).
Lihat, pandangan Murray, 2002:53, dan Phillips dan Pugh, 1994:61-62, dalam Emi Emilia, Menulis Tesis dan Disertasi, Alfabeta, 2008:75; dan dalam Loraine Blaxter, Christian Hughes, Malcom Tight, How To Research, Indeks, 2006: 18.
Katakan tidak pada PLAGIARISME! Plagiarisme menawarkan kemudahan, dan bahkan menghasut untuk kaum intelektual anti etika, mematikan inovasi dan kreatifitas serta menghancurkan kejujuran akademis.
Ini adalah sebuah pesan yang saya terima pagi ini dari seorang pengelola Jurnal di Indonesia.
Pagi pak Alon, saya sudah cek artikelnya di Turnitin. Tingkat kemiripan masih 21%. Batas toleransi di jurnal kami maksimal 20%. Jadi, Bapak tinggal edit sedikit lagi saja, supaya kemiripan di bawah 20%.
Cerita di atas menunjukkan betapa sulitnya menghasilkan artikel ilmiah yang original dan betapa tidak mudahnya proses yang harus dilalui agar artikel kita dapat dipublikasikan.
Sebenarnya ini bukanlah pengalaman pertama artikel saya dicek dengan menggunakan alat pendeteksi plagiat karya ilmiah, namun yang menarik adalah bahwa jurnal ini baru beroperasi akan tetapi mereka telah mengelolanya secara profesional.
Tentunya, jurnal tersebut belum terakreditasi SINTA, namun patut diacungi jempol bahwa mereka hanya ingin menerima dan mempublikasikan artikel yang original. Jika mereka tetap berpegang pada prinsip tersebut saya yakin bahwa jurnal tersebut akan berpotensi untuk terakreditasi SINTA.
Menulis artikel ilmiah di era sekarang memang membutuhkan perjuangan. Selain itu, membutuhkan pemahaman, keterampilan, keseriusan, keuletan dan kejujuran akademis. Bagaimana tidak? karena Turnitin bisa mendeteksi apakah tulisan kita itu hasil plagiat atau tidak. Turnitin mematikan keinginan beberapa orang untuk menulis dengan mudah, serampangan dan tanpa memerhatikan etika penulisan artikel ilmiah.
Pengalaman ini semakin memotivasi agar mampu menelurkan / melahirkan ide yang original dan menjadi berkat bagi para pembaca.
Untuk meneguhkan pemikiran di atas, saya membaca buku yang berjudul Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, karya Dr. Henry Soelistyo, SH. LL.M ditemukan bahwa tingkat plagiarisme di tahun 2011 ke bawah masih tinggi di tingkat Perguruan Tinggi, apakah itu plagiarisme ide, plagiarisme kata demi kata, plagiarisme atas sumber dan plagiarisme kepengarangan.
Menariknya dalam buku itu dia mengangkat 12 contoh kasus plagiarisme di Indonesia dalam konteks Perguruan Tinggi. Ternyata seorang akademisi pun bisa terjebak dalam praktik hidup yang tidak baik. Hal ini juga semakin membuka mata bahwa kejujuran akademis haruslah diperjuangkan.
Sasaran buku itu memiliki hasrat untuk mengembangkan moralitas kejujuran akademis dan integritas. Sasarannya mensterilkan karya tulis mahasiswa dan kalangan intelektual lainnya dari noda copy paste, parafrase, dan pengutipan yang ceroboh tanpa menyebutkan sumber.
Bagaimana tingkat plagiarisme di masa sekarang? entahlah, namun harapannya akan semakin menurun, bahkan tidak ada sehingga lahirlah artikel ilmiah yang berdaya saing tinggi dan memberikan kontribusi positif bagi para pembaca.
Jadi, seorang peneliti dan penulis hendaklah menghindari penyimpangan dari praktek-praktek di bawah ini;:
a. Rekaan (fabrikasi), pemalsuan data (falsifikasi), hoax, rasis, tindakan lain yang meyimpang dari praktek yang lazim berlaku dalam komunitas ilmiah.
b. Plagiarisme yang diartikan tindakan yang meniru/menjiplak karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Sejumlah pemahaman untuk menjelaskan originalitas karya ilmiah adalah sebagai berikut :
• Kita mengatakan sesuatu yang belum pernah dikatakan oleh orang lain.
• Kita melakukan karya empiris yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
• Kita mensintesa hal yang belum pernah disentesa sebelumnya atau “things which have not been put together before.”
• Kita membuat interpretasi baru dari gagasan atau hasil karya orang lain.
• Kita melakukan di negara ini sesuatu yang baru dilakukan di negara lain.
• Kita mengambil teknik yang ada untuk mengaplikasikannya dalam bidang atau area baru.
• Kita bekerja dalam berbagai disiplin ilmu dengan menggunakan berbagai metodologi.
• Kita meneliti topik yang belum diteliti oleh orang dalam bidang ilmu kita.
• Kita menguji pengetahuan yang ada atau ide orang lain dengan cara original.
• Kita menambah pengetahuan dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
• Kita menulis informasi baru untuk pertama kali.
• Kita memberi eksposisi terhadap gagasan orang lain.
• Kita melanjutkan hasil sebuah karya yang original.
• Membawa bukti baru untuk membuktikan isu yang lama.
• Menambahkan pengetahuan dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
c. Autoplagiarism yang diartikan tindakan yang mengulang kembali karya tulis yang telah pernah dipublikasikan, tanpa menyebutkan dimana untuk pertama kali karya tersebut dipublikasikan.
Hal senada, plagiarisme: a) Copy-paste karya ilmiah orang lain dengan sedikit perubahan; b) Mengutip secara langsung data atau pendapat orang lain tanpa mengakui sumbernya; c) Mengutip secara tidak langsung dan mengkalimatkan pendapat orang lain tanpa mengakui sumbernya; d) Mencontoh karya tulis orang lain tanpa mengakuinya. Cara mengatasi: a) Perlunya perencanaan secara transparan (kolokium/sidang proposal); b) Perlunya belajar mengutip pendapat orang lain dengan jujur; c) Perlu berlatih mengkalimatkan pendapat orang lain untuk keperluan data penelitian; d) Kesadaran akan kekudusan Allah dalam pengerjaan studi dan penelitian (B.S. Sidjabat 2013, h. 3).
Lihat, pandangan Murray, 2002:53, dan Phillips dan Pugh, 1994:61-62, dalam Emi Emilia, Menulis Tesis dan Disertasi, Alfabeta, 2008:75; dan dalam Loraine Blaxter, Christian Hughes, Malcom Tight, How To Research, Indeks, 2006: 18.
Katakan tidak pada PLAGIARISME! Plagiarisme menawarkan kemudahan, dan bahkan menghasut untuk kaum intelektual anti etika, mematikan inovasi dan kreatifitas serta menghancurkan kejujuran akademis.
Semoga menjadi berkat๐๐
BalasHapusMau lihat hasil penelitian lain dalam bentuk artikel, silahkan klik link di bawah ini:
BalasHapushttp://scholar.google.co.id/citations?user=hTdxlCsAAAAJ&hl=id
Silahkan tinggalkan pesan, jika Anda merasa terberkati๐๐๐๐ค๐๐๐
BalasHapusIya saya juga tidak setuju tentang plagiarisme karna hal itu membuat mahasiswa menjadi malas dan pandang enteng tentang tugas
BalasHapusPlagiarisme membuat orang tidak kreatif karena dan di anggap pencuri karena hanya mengambil karya orang lain
BalasHapusGood information Mr ๐
BalasHapusMantapp๐๐
BalasHapusTerima kasih utk informasi yang berharga ini, menjadi pembelajaran bagi saya selaku mahasiswa agar tdk terjebak dlm plagiarisme, sehingga saya bisa menghasilkan tulisan yg bisa dipertanggungjawabkan.
BalasHapus