MENGAJAR DENGAN PENUH KUASA (MAT. 7:28-29)


Belajar-mengajar merupakan aktivitas dalam fase kehidupan yang semua orang pasti pernah melalui dan mengalaminya.  Ada kalanya kita dalam proses dan aktivitas belajar, namun ada kalanya kita juga terlibat dalam proses dan aktifitas mengajar. Dalam Alkitab proses dan aktivitas Belajar-mengajar juga sering disinggung dan sudah akrab dengan kehidupan masyarakat di Zaman itu. Untuk kata mengajar dalam bahasa Yunani dipakai kata didache atau didaskein.  Namun kata ini lebih populer dengan sebutan didaktikyang artinya seni mengajarkan sesuatu.  Johan Amos Comenius memberikan definisi sbb: didaktik adalah seni mengajarkan segala  sesuatu kepada semua orang secara pesat, enak dan lengkap. Pesat itu memuat pengertian singkat-padat, intensif dan mengena pada pokok sasaran.  Kalau enak itu disajikan secara mengasyikkan, menarik dan sederhana.  Sedangkan lengkap itu berarti mendasar, mendalam dan utuh (komprehensif).
DR. Andar Ismail berpendapat bahwa didaktik merupakan ilmu mengajar yang membuat orang jadi belajar.

Matius 7:28-29 ini merupakan kesan pendengar dari pengajaran Yesus yang dilakukan di atas bukit, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Khotbah di Bukit. Dalam Matius 7:28-29 ini ada dua kata yang menarik perhatian saya, yaitu kata takjub, yang merujuk pada reaksi orang-orang setelah mendengar pengajaran Yesus. Yang kedua adalah kata berkuasa, yang merujuk pada metode yang dipakai Yesus saat mengajar.  Dua kata itulah yang coba saya ekspos, dan yang menjadi dasar dari uraian di bawah ini.
·         Takjub
Kata takjub dalam KBBI berarti kagum, heran. Atau bisa juga terpukau, sangat heran, tersentuh oleh kekaguman, terguncang. Tampaknya audience saat itu benar-benar mengalami hal-hal ini; mereka terpukau, mereka sangat heran, mereka tersentuh oleh kekaguman, dan mereka juga terguncang.  Pertanyaannya, mengapa mereka sampai memberikan reaksi seperti itu?  Apa sih yang diajarkan oleh Yesus?
·         Berkuasa
Kata kuasa yang dipakai di sini dari kata exousia yang berarti otoritas.  Otoritas adalah kuasa yang adil dan sungguh-sungguh, kuasa yang sah (ada legalitas).  Otoritas juga berarti kuasa yang tidak terhalangi untuk bertindak, memiliki, mengontrol, menguasai serta memakai sesuatu atau seseorang. Pertanyaannya, mengapa  Yesus mampu mengajar dengan penuh kuasa?  Mengapa Dia bisa berhasil dalam mengajar?
Yesus mampu mengajar dengan penuh kuasa dan berhasil dengan baik dalam menyampaikan ajaran-Nya karena:
  1. Dia memiliki integritas,  baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.
Bisa dikatakan bahwa perkataan dan perbuatan Yesus menyatu dalam diri-Nya secara selaras dan konsisten.  Dalam hal ini Yesus mampu bersikap adil dan bersungguh-sungguh dalam memberikan teladan, baik lewat perkataan maupun lewat perbuatan.  Yudas Iskariot, Pilatus, Paulus dan Petrus adalah tokoh-tokoh dalam Alkitab yang memberi kesaksian bahwa Yesus merupakan Pribadi yang tidak pernah melakukan kesalahan (Matius 27:4, Lukas 23:4, 2 Kor 5:21, 1 Pet 1:22).
2.      Pengajaran Yesus bersifat memberdayakan
Apa yang diajarkan oleh Yesus selalu memberikan dampak yang progresif-positif, artinya selalu memberikan pengharapan baru dan pasti bagi mereka yang tidak mempunyai pengharapan lagi, selalu memberikan penghiburan bagi mereka yang tertindas ataupun yang dalam kesusahan, dan selalu memberikan tuntunan dan pegangan yang kokoh serta jaminan bagi mereka yang bimbang, tertekan dan kehilangan arah atau orientasi hidup.  Di samping itu apa yang diajarkan oleh Yesus cenderung memposisikan pendengar-Nya tidak sebagai penonton yang netral, melainkan sebagai pengambil keputusan yang tegas, kadang harus radikal!   Pengajaran Yesus juga memberikan pemahaman yang baru (pencerahan) tentang Allah, kehidupan, tradisi dan etika.  Intinya, pengajaran Yesus memberikan inspirasi sekaligus dorongan bagi semua pendengar-Nya untuk berpikir ulang dan belajar lagi mengenai semua aspek hidup, kehidupan dan penghidupannya.
3.      Pengajaran Yesus menyentuh kebutuhan mendasar  pendengar-Nya
Kalau kita cermati, sebenarnya pengajaran Yesus relatif sederhana.  Sederhana dalam artian apa yang disampaikan Yesus adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sahari-hari, seperti doa, puasa, kekuatiran, sedekah, harta, hukum Taurat, dsb.  Sebagai ilustrasi ataupun analogi dalam cerita-Nya, Yesus juga memakai benda-benda yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti garam, pelita, burung, bunga, dsb.  Di sinilah letak kekuatannya.  Justru karena disampaikan dengan sederhana tadi, pengajaran Yesus berhasil menyentuh kehidupan dan kebutuhan yang paling mendasar dan hakiki dari para pendengar-Nya.  Pengajaran Yesus benar-benar memenuhi hasrat hati para pendengar-Nya!  Pengajaran Yesus benar-benar membumi dan mendarat secara akurat di setiap hati para audience. Namun, sekalipun sederhana, pengajaran Yesus bersifat utuh dan disampaikan secara seimbang.  Yesus tidak hanya berbicara masalah harta di dunia (materi), tetapi juga berbicara masalah harta di surga (rohani).  Yesus tidak hanya berkata: berbahagialah, tetapi juga berkata: janganlah!  Yesus tidak hanya berbicara masalah kasih kepada Allah, tetapi Dia juga berbicara masalah kasih kepada sesama.  Yesus tidak hanya berbicara masalah memberi, tetapi Dia juga berbicara masalahmenerima.
4.      Yesus mengajar dengan penuh otoritas
Memang Yesus telah memiliki otoritas dari sononya, karena Dia datang dari Allah dan diutus oleh Allah sendiri.  Memang, Yesus telah memiliki kuasa yang tidak terhalangi untuk bertindak, mengontrol dan menguasai segala sesuatu.  Namun saya melihat bahwa pengajaran Yesus bisa membuat takjub para pendengar-Nya, bukan semata karena otoritas semacam itu.  Pengajaran Yesus menjadi penuh otoritas juga karena dampak sikap hidup dan keteladanan-Nya yang tiada bercacat cela.  Yesus mengatakan tentang apa yang harus dan telah Dia lakukan.  Yesus juga melakukan semua yang telah Dia katakan dengan  sungguh-sungguh dan adil.    Integritas serta totalitas hidup Yesus telah memberi pengesahan (legalitas) terhadap otoritas yang memang telah Dia miliki.

Sadar atau tidak, secara alamiah kita semua pasti memasuki tahapan sebagai pengajar, yang mau tidak mau kita dituntut untuk mengajar atau memberikan pengajaran.  Mungkin saat ini kita sebagai orang tua, dosen, ketua komisi gereja, majelis, pendeta, pemimpin KTB, Guru Sekolah Minggu(GSM), mau tidak mau kita harus memberikan pengajaran kepada pendengar yang berkaitan dengan posisi atau jabatan kita tersebut.  Permasalahan pokoknya bukanlah posisi kita yang sebagai pengajar, melainkan apa yang kita ajarkan, dan bagaimana kita menjadi pengajar?
·         Sudahkah kita mempunyai integritas dalam perkataan dan perbuatan?
·         Apakah pengajaran kita sudah membawa perubahan yang positif dan telah memberdayakan audience kita?
·         Apakah yang kita ajarkan telah memenuhi kebutuhan mendasar dan hakiki dari audience kita?
·         Sudahkah kita mengajar dengan otoritas?


 Integritas dan totalitas keteladanan hidup dari seorang pengajar akan menghasilkan sebuah otoritas!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluaran 17:8-16 Mengalami Kemenangan

Menjadi Pelayan Kristus yang Berkualitas

Perjumpaan yang Membawa Perubahan Hidup (Luk. 19:1-10)