PERAN SUAMI MENURUT ALKITAB
Pernikahan menurut
rencana Allah yang sudah dipersiapkan dan direncanakan oleh Allah dalam hal ini
dieksposisi oleh E.P Gintings, dinyatakan sebagai berikut:
Alkitab memberikan
keterangan bahwa permulaannya, Tuhan Allah berfirman ; “..Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja…” Kej. 2: 18. Firman Tuhan jelas menerangkan tentang Adam manusia
pertama menerima kehidupan yang sempurna dan lengkap. Tapi diketengahkan juga
dalam nats ini bahwa masih ada yang kurang dlam kehidupan Adam masih hidup
sendiri.
“..Penolong
baginya, yang sepadan dengan dia” Kej. 2:18-20.
Ada tugas Hawa
yang utama yaitu menolong dan mengasihi kehidupan Adam. Arti kata sepadan
adalah sesuai, cocok, dan membuat lengkap dan statusnya adalah sesama di
hadapan si Pencipta. Perlu ditumbuhkan pemahaman si suami dan isteri agar saling merindukan (band. Pkh. 4:9).
“…Si Hawa dijadikan Allah dengan mengambil satu tulang
rusuk Adam ketika dia tidur nyenyak…” Kej. 2: 21-23. Perikop ini memberikan
alasan mengapa laki-laki dan perempuan saling merindukan seperti daya tarik
besi berani, karena asalnya memang satu adanya dan mau kembali menjadi satu.
Keduanya, Adam dan Hawa adalah ciptaan Allah yang istimewa. Sama berharga di hadapan
penciptanya, oleh sebab itu setiap suami harus menghargai dan hormat kepada
isterinya.
“..Hawa dibawa
dan diberikan Allah kepada Adam” Kej. 2: 22. Dengan demikian dijelaskan bahwa
Allah sendiri langsung membuat dan
mengadakan pernikahan yang pertama itu, sebagai lambang ciptaan Allah sehingga suami dan istri harus saling
menghargai dan menguduskan pernikahan tersebut.
“..Inilah dia
tulang dari tulangku dan daging dari dagingku…” Kej. 2:23. Ayat ini
mengungkapkan sorak sukacita, tanda bersyukur, sukacita karena mendapatkan
teman hidup (partner) yang dikaruniakan Allah kepadanya.
“ sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya
sehingga keduanya itu menjadi satu daging” Kej. 2:24, Mat. 19:5. Di dalam ayat
ini kita melihat ada prinsip yang jelas: orang yang benar-benar dewasa secara
fisik dan mental; merekalah yang sanggup bertanggung jawab memasuki pernikahan.
(2011: 92-93).
Menurut
Wayde I. Goodall dan Rosalyn R. Goodall
dalam bukunya Marriage dan Family,
mengatakan
dalam ayat 24, merupakan isi dari pernikahan Kristen. Bahwa pernikahan merupakan proses akan meninggalkan
ayah dan ibu, membangun rumah tangga yang baru, bersatu bersama istri dan
keduanya menjadi satu daging. Dengan keterbukaan
dalam segala hal di antara suami dan istri tidak ada yang tersembunyi. Keluarga adalah suatu lembaga yang Allah
ciptakan secara langsung oleh Allah. Selanjutnya ayat 25 mengatakan, mereka
keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tapi mereka tidak merasa malu.
Menurut W. Stanley
Heath ( 1999:48-49) mengatakan ada tujuh hal dalam penciptaan manusia, dan
pernikahan yang Allah rancangkan jauh ke
masa depan, antara lain:
Pertama, mengatakan bahwa manusia memiliki dua jenis
kehidupan, kehidupan jasmani, sebuah lingkungan hidup yang sempurna dan tanpa kesusahan. Dan kehidupan rohani,
dapat menikmati pergaulan langsung dengan Allah.
Kedua, tidak
baik bila manusia membujang (Kej. 2: 18). Hubungan suami istri adalah salah
satu aspek kodrati dari dinamika hidup manusia.
Ketiga, di antara
segala ciptaan Allah, Adam adalah unik.
Maka diciptakan bagi Adam seorang
kawan yang sepadan, yaitu Hawa yang
unik, bahkan sebelum hawa dibentuk, semua jenis binatang dipawaikan di hadapan Adam ( ayat 19-20). Hal ini perlu
supaya Adam menyadari bahwa tidak seekor pun
dari binatang betina itu cocok
sebagai istrinya. Adam dan Hawa adalah sederajat, walaupun jabatanya berbeda
(Kej.1: 27). Sepadan berarti wanita tidak boleh diperbudak .
Keempat, waktu
membentuk hawa Allah menggambil sesuatu dari Adam sehingga Adam tidak lengkap dalam dirinya sendiri. Adam dan Hawa harus
saling melengkapi. Keseimbangan yang sempurna tidak dialami bila membujang.
Kelima dalam
ayat 24 Allah menetapkan bahwa suami istri harus berpisah dari orang tua atau
mertua dan mendirikan rumah tangganya sendiri. Allah mempunyai hak tunggal untuk turut campur dalam mengurus
rumah tangga. Pengabaian prinsip ini mengakibatkan banyaknya kesulitan dalam hubungan suami istri di Indonesia. Ayat ini ditegaskan kembali
oleh Yesus beberapa kali dalam Perjanjian Baru.
Keenam,
pekawinan diberkati Allah sebelum ada anak (Kej. 1: 28). Di mata Allah suatu
perkawinan telah sempurna tanpa adanya keturunan. Pengambilan istri tambahan
dan gundik tidak dapat dibenarkan oleh
firman Allah (1999:48-49).
Pernikahan dalam rencana Allah merupakan berkat dan
sukacita bagi manusia sehingga manusia memiliki pasangan hidup yang sepadan
dengan dirinya, untuk menjadi teman pewaris menjalani hidup di dunia, menikmati
berkat-berkat yang Allah anugrahkan kepada manusia walaupun tidak memiliki
keturunan secara jasmani.
Menurut
Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison dalam Tafsiran
Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, tentang
Efesus 5: 22-33, mengatakan bahwa: Sikap
tunduk dalam hubungan praktis (Ef. 5: 21-6: 29), hasil lain dari dipenuhi oleh Roh Kudus, di samping
menaikkan pujian, dan ucapan syukur,
ialah sikap tunduk, ini merupakan apa yang harus dilakukan dalam
pergaulan di dunia ini. Berbeda dengan sikap mengutamakan diri dan menonjolkan
diri dari orang kafir. Suami dengan istri (Ef. 5: 21-33), hubungan pertama kali disebutkan, juga yang paling erat, yang di dalamnya dipenuhi Roh Kudus harus termanefestasikan dalam hubungan
pernikahan. Peranan suami dan istri dinyatakan sebagai berikut:
Dalam
ayat 21,” seorang kepada yang lain”,
unsur saling dalam sikap tunduk ini didalam takut akan Kristus. Menghormati Dia sedemikian rupa membuat seseorang takut melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh-Nya. 2 Kor. 5: 11. Dalam ayat 22, Rasul
Paulus menunjukkan sikap saling tunduk ini di dalam tiga hubungan manusiawi
yang paling umum, pernikahan, keluarga dan pekerjaan. Hai istri tunduklah kepada suamimu, nats
ini keinginan Allah dalam pernikahan,
hubungan pernikahan dirancang oleh-Nya menjadi suatu lambang dari hubungan rohani di antara Kristus dan Gereja. Juga dikemukakan Paulus dalam ayat 32.
Dalam
ayat 23, karena “suami adalah kepala”
. Alasan istri harus tunduk terdapat di dalam hubungan yang telah ditetapkan
oleh Allah. Di mana menjadi kepala bukan berarti dapat memperlakukan istri dengan semena-mena.
Dalam
ayat 24, mengatakan bahwa “karna itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus”.
Sekalipun ada perbedaan kedudukan suami dan istri dengan Kristus terhadap gereja , tetapi
perbedaan itu tidak mempengaruhi
kedudukan suami sebagai kepala bagi istrinya. Dalam ayat 25, mengatakan
bahwa “hai suami kasihilah istrimu”. Kewajiban yang dikemukakan tidak untuk satu
pihak tanggung jawab suami sama
mengikatnya dengan kewajiban
istrinya. Yang dimaksud di sini bukan
kasih pernikahan biasa, yang tidak perlu diperintahkan lagi, tetapi kasih sukarela yang bersumber pada kasih Allah dan mencerminkan kasih-Nya.
Berbeda dengan keinginan seksual normal yang biasanya bersifat mementingkan
diri kasih ini tidak mementingkan diri.
Sebagaimana
Kristus mengasihi jemaat , walaupun suami tidak pernah akan mampu mencapai
tingkat kasih Kristus. Maka tetap dinasehati untuk memiliki kasih yang
sama, sebagaimana ditunjukkan dalam anak
kalimat berikut nya, telah menyerahkan
diri-Nya baginya. Dalam ayat 26,
mengatakan bahwa untuk menguduskan
sesudah ia menyucikannya, inilah maksud penyerahan diri-Nya untuk mati bagi
jemaat, dengan memandikannya dengan air
dan firman. Air dan firman dipakai dalam
arti sinonim, bukan baptisan atau
kelahiran baru karena baptisan.
Sebagaimana air membersihkan tubuh
demikian pula firman Allah membersihkan hati Yeh. 36: 27.
Dalam
ayat 27, mengatakan bahwa supaya “dengan
demikian Ia menempatkan jemaat”.
Sasaran puncak untuk itu Kristus menyerahkan diri-Nya. kudus merupakan objek langsung 2 Kor. 11:
2. Jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang. Yaitu, agar dia dapat menghadirkan jemaat yang cemerlang. Tanpa cacat dan kerut, penjelasan selanjutnya dari kata cemerlang untuk mengambarkan
mempelai perempuan Kristus.
Dalam
ayat 28, demikian suami seharusnya
mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Maksudnya seakan-akan mereka
satu tubuh. Kasih sebagai suatu yang alamiah bukan dipaksakan. Allah
mengatakan keduanya akan menjadi satu daging, kej. 2:24. Dalam ayat 29,
mengatakan bahwa “sebab tidak pernah
orang”, merupakan alasan bagi penyataan sebelumnya.
Dalam
ayat 30, karna “kita adalah anggota
tubuhNya”. Pemikiran yang disajikan berpindah-pindah di antara hubungan pernikahan dengan hubungan antara Kristus dengan Gereja.
Dalam
ayat 31, mengatakan bahwa sebab itu
sebuah kutipan bebas dari Kej. 2:24,
mengemukakan dasar Alkitab dari pernikahan sebagai Akibat alamiah dari penciptaan perempuan. Ikatan
pernikahan lebih kuat dari pada orang
tua dengan anak, sebab menghasilkan ikatan yang demikian erat yang dalam Alkitab satu-kesatuan dan bukan penyatuan.
Dalam
ayat 32, mengatakan bahwa “rahasia ini
besar” , maksudnya sekalipun makna
pernikahan ini sudah disinggung dalam Perjanjian Lama, dalam kitab Kidung Agung, hal tersebut belum dinyatakan dengan jelas,
sebelum ada Perjanjian Baru, dari kesatuan pernikahan itu kepada kenyataan yang
dilambangkan olehnya. Dalam ayat 33, mengatakan bahwa rangkuman dari sikap
saling tunduk yang diminta Allah di dalam
hubungan ini sebagai hasil wajar dari keadaan dipenuhi Roh Kudus (2001:737).
Beberapa nats Alkitab juga menjelaskan
prinsip dan peran suami Kristen di jelaskan dan yang mestinya dilakukan oleh
para suami di dalam keluarga Kristen sehingga akan membangun keluarga Kristen
yang tidak disfungsi peran dalam keluarga. Baik itu peran suami, peran istri
dan peran anak-anak orang Kristen yang percaya.
Dalam Ef. 5:32,
Paulus menggambarkan hubungan suami dan istri seperti hubungan Allah dan
jemaat-Nya. Artinya, dengan menikah, orang Kristen dipanggil masuk ke dalam
satu panggilan pelayanan khusus, yakni menyaksikan Kristus melalui wadah
keluarga.
Menurut Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison
dalam Tafsiran Wycliffe Volume 3
Perjanjian Baru, mengatakan bahwa dalam Kol. 3: 18-19, tunuknya
istri hendaknya ditanggapi dengan kasih suaminya, sebagaimana di kemukakan
dalam Ef. 5:28, kasih bukan sekedar rasa sayang, tetapi suatu perhatian yang
baik terhadap seluruh kesejahtraan istrinya (2001: 815).
Menurut Tafsiran
Alkitab Masa Kini 3 Matius –Wahyu di dalam Ef. 6: 3, mengatakan bahwa peran
suami sebagai pengajar dan pendidik di
dalam Tuhan antara lain; Pertama,
peringatan supaya jangan menyakiti hati anak-anak, dengan mencari kesalahan mereka, sehingga
anak-anak jengkel. Kedua, perintah untuk
melatih anak-anak dalam pendidikan
displin kehidupan Kristen, dalam bahasa yunani paideia atrinya,
pendidikan dengan displin, nouthesia pendidikan dengan lisan. ( 1982 :
627).
Sedangakan
Menurut K.C. Hinckly dalam bukunya Kehidupan Kristen mengungkapkan ada
beberapa prinsip bagaimana cara suami
Kristen memperlakukan istrinnya, yakni; pertama, mengasihi merupakan
satu komitmen. Kedua, membangun komunikasi karna sangat penting. Ketiga,
menjadikan kristus menjadi pusat dari pernikahan dalam keluarga (1989:
186-188).
Sedangakan dalam hal ini menurut Charles F.
Pfeiffer & Everett F. Harrison (2001: 816) dalam Tafsiran
Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, mengatakan
bahwa dalam Kol.3: 20-21, Seorang
Anak harus memperoleh pemahaman tentang
kehendak Allah dari nasehat orang tuanya, sehingga dalam keluarga Kristen sebagai orang tua sejalan dengan tugas kepada
Allah, sedangkan yang indah dihadapan Tuhan
mengacu kepada ketaatan yang dimotivasikan oleh kasih kepada Kristus,
sehingga tidak membatasi tanggung jawab anak kepada orang tuanya.
Sebagai
orang tua Kristen agar jangan berlebihan terhadap anak-anak anda. Maksud dari
disiplin ini ialah mengembangkan anak
menjadi orang dewasa Kristen bukan menghasilkan anak yang kaku –suram, jangan
disini sebagaimana halnya dalam etika Kristen
pada umumnya, harus tunduk kepada kaidah yang positif berupa didikan dalam ajaran dan nasehat Tuhan
(Ef. 6: 4).
Menurut
Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison dalam Tafsiran
Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, tentang
Efesus 5: 22-33, mengatakan bahwa: Sikap
tunduk dalam hubungan praktis (Ef. 5: 21-6: 29), hasil lain dari dipenuhi oleh Roh Kudus, di samping
menaikkan pujian, dan ucapan syukur,
ialah sikap tunduk, ini merupakan apa yang harus dilakukan dalam
pergaulan di dunia ini. Berbeda dengan sikap mengutamakan diri dan menonjolkan
diri dari orang kafir. Suami dengan istri (Ef. 5: 21-33), hubungan pertama kali disebutkan, juga yang paling erat, yang di dalamnya dipenuhi Roh Kudus harus termanefestasikan dalam hubungan
pernikahan. Peranan suami dan istri dinyatakan sebagai berikut:
Dalam
ayat 21,” seorang kepada yang lain”,
unsur saling dalam sikap tunduk ini didalam takut akan Kristus. Menghormati Dia sedemikian rupa membuat seseorang takut melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh-Nya. 2 Kor. 5: 11. Dalam ayat 22, Rasul
Paulus menunjukkan sikap saling tunduk ini di dalam tiga hubungan manusiawi
yang paling umum, pernikahan, keluarga dan pekerjaan. Hai istri tunduklah kepada suamimu, nats
ini keinginan Allah dalam pernikahan,
hubungan pernikahan dirancang oleh-Nya menjadi suatu lambang dari hubungan rohani di antara Kristus dan Gereja. Juga dikemukakan Paulus dalam ayat 32.
Dalam
ayat 23, karena “suami adalah kepala”
. Alasan istri harus tunduk terdapat di dalam hubungan yang telah ditetapkan
oleh Allah. Di mana menjadi kepala bukan berarti dapat memperlakukan istri dengan semena-mena.
Dalam
ayat 24, mengatakan bahwa “karna itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus”.
Sekalipun ada perbedaan kedudukan suami dan istri dengan Kristus terhadap gereja , tetapi
perbedaan itu tidak mempengaruhi
kedudukan suami sebagai kepala bagi istrinya. Dalam ayat 25, mengatakan
bahwa “hai suami kasihilah istrimu”. Kewajiban yang dikemukakan tidak untuk satu
pihak tanggung jawab suami sama
mengikatnya dengan kewajiban
istrinya. Yang dimaksud di sini bukan
kasih pernikahan biasa, yang tidak perlu diperintahkan lagi, tetapi kasih sukarela yang bersumber pada kasih Allah dan mencerminkan kasih-Nya.
Berbeda dengan keinginan seksual normal yang biasanya bersifat mementingkan
diri kasih ini tidak mementingkan diri.
Sebagaimana
Kristus mengasihi jemaat , walaupun suami tidak pernah akan mampu mencapai
tingkat kasih Kristus. Maka tetap dinasehati untuk memiliki kasih yang
sama, sebagaimana ditunjukkan dalam anak
kalimat berikut nya, telah menyerahkan
diri-Nya baginya. Dalam ayat 26,
mengatakan bahwa untuk menguduskan
sesudah ia menyucikannya, inilah maksud penyerahan diri-Nya untuk mati bagi
jemaat, dengan memandikannya dengan air
dan firman. Air dan firman dipakai dalam
arti sinonim, bukan baptisan atau
kelahiran baru karena baptisan.
Sebagaimana air membersihkan tubuh
demikian pula firman Allah membersihkan hati Yeh. 36: 27.
Dalam
ayat 27, mengatakan bahwa supaya “dengan
demikian Ia menempatkan jemaat”.
Sasaran puncak untuk itu Kristus menyerahkan diri-Nya. kudus merupakan objek langsung 2 Kor. 11:
2. Jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang. Yaitu, agar dia dapat menghadirkan jemaat yang cemerlang. Tanpa cacat dan kerut, penjelasan selanjutnya dari kata cemerlang untuk mengambarkan
mempelai perempuan Kristus.
Dalam
ayat 28, demikian suami seharusnya
mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Maksudnya seakan-akan mereka
satu tubuh. Kasih sebagai suatu yang alamiah bukan dipaksakan. Allah
mengatakan keduanya akan menjadi satu daging, kej. 2:24. Dalam ayat 29,
mengatakan bahwa “sebab tidak pernah
orang”, merupakan alasan bagi penyataan sebelumnya.
Dalam
ayat 30, karna “kita adalah anggota
tubuhNya”. Pemikiran yang disajikan berpindah-pindah di antara hubungan pernikahan dengan hubungan antara Kristus dengan Gereja.
Dalam
ayat 31, mengatakan bahwa sebab itu
sebuah kutipan bebas dari Kej. 2:24,
mengemukakan dasar Alkitab dari pernikahan sebagai Akibat alamiah dari penciptaan perempuan. Ikatan
pernikahan lebih kuat dari pada orang
tua dengan anak, sebab menghasilkan ikatan yang demikian erat yang dalam Alkitab satu-kesatuan dan bukan penyatuan.
Dalam
ayat 32, mengatakan bahwa “rahasia ini
besar” , maksudnya sekalipun makna
pernikahan ini sudah disinggung dalam Perjanjian Lama, dalam kitab Kidung Agung, hal tersebut belum dinyatakan dengan jelas,
sebelum ada Perjanjian Baru, dari kesatuan pernikahan itu kepada kenyataan yang
dilambangkan olehnya. Dalam ayat 33, mengatakan bahwa rangkuman dari sikap
saling tunduk yang diminta Allah di dalam
hubungan ini sebagai hasil wajar dari keadaan dipenuhi Roh Kudus (2001:737).
Beberapa nats Alkitab juga menjelaskan
prinsip dan peran suami Kristen di jelaskan dan yang mestinya dilakukan oleh
para suami di dalam keluarga Kristen sehingga akan membangun keluarga Kristen
yang tidak disfungsi peran dalam keluarga. Baik itu peran suami, peran istri
dan peran anak-anak orang Kristen yang percaya.
Dalam Ef. 5:32,
Paulus menggambarkan hubungan suami dan istri seperti hubungan Allah dan
jemaat-Nya. Artinya, dengan menikah, orang Kristen dipanggil masuk ke dalam
satu panggilan pelayanan khusus, yakni menyaksikan Kristus melalui wadah
keluarga.
Menurut Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison
dalam Tafsiran Wycliffe Volume 3
Perjanjian Baru, mengatakan bahwa dalam Kol. 3: 18-19, tunuknya
istri hendaknya ditanggapi dengan kasih suaminya, sebagaimana di kemukakan
dalam Ef. 5:28, kasih bukan sekedar rasa sayang, tetapi suatu perhatian yang
baik terhadap seluruh kesejahtraan istrinya (2001: 815).
Menurut Tafsiran
Alkitab Masa Kini 3 Matius –Wahyu di dalam Ef. 6: 3, mengatakan bahwa peran
suami sebagai pengajar dan pendidik di
dalam Tuhan antara lain; Pertama,
peringatan supaya jangan menyakiti hati anak-anak, dengan mencari kesalahan mereka, sehingga
anak-anak jengkel. Kedua, perintah untuk
melatih anak-anak dalam pendidikan
displin kehidupan Kristen, dalam bahasa yunani paideia atrinya,
pendidikan dengan displin, nouthesia pendidikan dengan lisan. ( 1982 :
627).
Sedangakan
Menurut K.C. Hinckly dalam bukunya Kehidupan Kristen mengungkapkan ada
beberapa prinsip bagaimana cara suami
Kristen memperlakukan istrinnya, yakni; pertama, mengasihi merupakan
satu komitmen. Kedua, membangun komunikasi karna sangat penting. Ketiga,
menjadikan kristus menjadi pusat dari pernikahan dalam keluarga (1989:
186-188).
Sedangakan dalam hal ini menurut Charles F.
Pfeiffer & Everett F. Harrison (2001: 816) dalam Tafsiran
Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, mengatakan
bahwa dalam Kol.3: 20-21, Seorang
Anak harus memperoleh pemahaman tentang
kehendak Allah dari nasehat orang tuanya, sehingga dalam keluarga Kristen sebagai orang tua sejalan dengan tugas kepada
Allah, sedangkan yang indah dihadapan Tuhan
mengacu kepada ketaatan yang dimotivasikan oleh kasih kepada Kristus,
sehingga tidak membatasi tanggung jawab anak kepada orang tuanya.
Sebagai
orang tua Kristen agar jangan berlebihan terhadap anak-anak anda. Maksud dari
disiplin ini ialah mengembangkan anak
menjadi orang dewasa Kristen bukan menghasilkan anak yang kaku –suram, jangan
disini sebagaimana halnya dalam etika Kristen
pada umumnya, harus tunduk kepada kaidah yang positif berupa didikan dalam ajaran dan nasehat Tuhan
(Ef. 6: 4).
Menurut
Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison dalam Tafsiran
Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, tentang
Efesus 5: 22-33, mengatakan bahwa: Sikap
tunduk dalam hubungan praktis (Ef. 5: 21-6: 29), hasil lain dari dipenuhi oleh Roh Kudus, di samping
menaikkan pujian, dan ucapan syukur,
ialah sikap tunduk, ini merupakan apa yang harus dilakukan dalam
pergaulan di dunia ini. Berbeda dengan sikap mengutamakan diri dan menonjolkan
diri dari orang kafir. Suami dengan istri (Ef. 5: 21-33), hubungan pertama kali disebutkan, juga yang paling erat, yang di dalamnya dipenuhi Roh Kudus harus termanefestasikan dalam hubungan
pernikahan. Peranan suami dan istri dinyatakan sebagai berikut:
Dalam
ayat 21,” seorang kepada yang lain”,
unsur saling dalam sikap tunduk ini didalam takut akan Kristus. Menghormati Dia sedemikian rupa membuat seseorang takut melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh-Nya. 2 Kor. 5: 11. Dalam ayat 22, Rasul
Paulus menunjukkan sikap saling tunduk ini di dalam tiga hubungan manusiawi
yang paling umum, pernikahan, keluarga dan pekerjaan. Hai istri tunduklah kepada suamimu, nats
ini keinginan Allah dalam pernikahan,
hubungan pernikahan dirancang oleh-Nya menjadi suatu lambang dari hubungan rohani di antara Kristus dan Gereja. Juga dikemukakan Paulus dalam ayat 32.
Dalam
ayat 23, karena “suami adalah kepala”
. Alasan istri harus tunduk terdapat di dalam hubungan yang telah ditetapkan
oleh Allah. Di mana menjadi kepala bukan berarti dapat memperlakukan istri dengan semena-mena.
Dalam
ayat 24, mengatakan bahwa “karna itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus”.
Sekalipun ada perbedaan kedudukan suami dan istri dengan Kristus terhadap gereja , tetapi
perbedaan itu tidak mempengaruhi
kedudukan suami sebagai kepala bagi istrinya. Dalam ayat 25, mengatakan
bahwa “hai suami kasihilah istrimu”. Kewajiban yang dikemukakan tidak untuk satu
pihak tanggung jawab suami sama
mengikatnya dengan kewajiban
istrinya. Yang dimaksud di sini bukan
kasih pernikahan biasa, yang tidak perlu diperintahkan lagi, tetapi kasih sukarela yang bersumber pada kasih Allah dan mencerminkan kasih-Nya.
Berbeda dengan keinginan seksual normal yang biasanya bersifat mementingkan
diri kasih ini tidak mementingkan diri.
Sebagaimana
Kristus mengasihi jemaat , walaupun suami tidak pernah akan mampu mencapai
tingkat kasih Kristus. Maka tetap dinasehati untuk memiliki kasih yang
sama, sebagaimana ditunjukkan dalam anak
kalimat berikut nya, telah menyerahkan
diri-Nya baginya. Dalam ayat 26,
mengatakan bahwa untuk menguduskan
sesudah ia menyucikannya, inilah maksud penyerahan diri-Nya untuk mati bagi
jemaat, dengan memandikannya dengan air
dan firman. Air dan firman dipakai dalam
arti sinonim, bukan baptisan atau
kelahiran baru karena baptisan.
Sebagaimana air membersihkan tubuh
demikian pula firman Allah membersihkan hati Yeh. 36: 27.
Dalam
ayat 27, mengatakan bahwa supaya “dengan
demikian Ia menempatkan jemaat”.
Sasaran puncak untuk itu Kristus menyerahkan diri-Nya. kudus merupakan objek langsung 2 Kor. 11:
2. Jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang. Yaitu, agar dia dapat menghadirkan jemaat yang cemerlang. Tanpa cacat dan kerut, penjelasan selanjutnya dari kata cemerlang untuk mengambarkan
mempelai perempuan Kristus.
Dalam
ayat 28, demikian suami seharusnya
mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Maksudnya seakan-akan mereka
satu tubuh. Kasih sebagai suatu yang alamiah bukan dipaksakan. Allah
mengatakan keduanya akan menjadi satu daging, kej. 2:24. Dalam ayat 29,
mengatakan bahwa “sebab tidak pernah
orang”, merupakan alasan bagi penyataan sebelumnya.
Dalam
ayat 30, karna “kita adalah anggota
tubuhNya”. Pemikiran yang disajikan berpindah-pindah di antara hubungan pernikahan dengan hubungan antara Kristus dengan Gereja.
Dalam
ayat 31, mengatakan bahwa sebab itu
sebuah kutipan bebas dari Kej. 2:24,
mengemukakan dasar Alkitab dari pernikahan sebagai Akibat alamiah dari penciptaan perempuan. Ikatan
pernikahan lebih kuat dari pada orang
tua dengan anak, sebab menghasilkan ikatan yang demikian erat yang dalam Alkitab satu-kesatuan dan bukan penyatuan.
Dalam
ayat 32, mengatakan bahwa “rahasia ini
besar” , maksudnya sekalipun makna
pernikahan ini sudah disinggung dalam Perjanjian Lama, dalam kitab Kidung Agung, hal tersebut belum dinyatakan dengan jelas,
sebelum ada Perjanjian Baru, dari kesatuan pernikahan itu kepada kenyataan yang
dilambangkan olehnya. Dalam ayat 33, mengatakan bahwa rangkuman dari sikap
saling tunduk yang diminta Allah di dalam
hubungan ini sebagai hasil wajar dari keadaan dipenuhi Roh Kudus (2001:737).
Beberapa nats Alkitab juga menjelaskan
prinsip dan peran suami Kristen di jelaskan dan yang mestinya dilakukan oleh
para suami di dalam keluarga Kristen sehingga akan membangun keluarga Kristen
yang tidak disfungsi peran dalam keluarga. Baik itu peran suami, peran istri
dan peran anak-anak orang Kristen yang percaya.
Dalam Ef. 5:32,
Paulus menggambarkan hubungan suami dan istri seperti hubungan Allah dan
jemaat-Nya. Artinya, dengan menikah, orang Kristen dipanggil masuk ke dalam
satu panggilan pelayanan khusus, yakni menyaksikan Kristus melalui wadah
keluarga.
Menurut Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison
dalam Tafsiran Wycliffe Volume 3
Perjanjian Baru, mengatakan bahwa dalam Kol. 3: 18-19, tunuknya
istri hendaknya ditanggapi dengan kasih suaminya, sebagaimana di kemukakan
dalam Ef. 5:28, kasih bukan sekedar rasa sayang, tetapi suatu perhatian yang
baik terhadap seluruh kesejahtraan istrinya (2001: 815).
Menurut Tafsiran
Alkitab Masa Kini 3 Matius –Wahyu di dalam Ef. 6: 3, mengatakan bahwa peran
suami sebagai pengajar dan pendidik di
dalam Tuhan antara lain; Pertama,
peringatan supaya jangan menyakiti hati anak-anak, dengan mencari kesalahan mereka, sehingga
anak-anak jengkel. Kedua, perintah untuk
melatih anak-anak dalam pendidikan
displin kehidupan Kristen, dalam bahasa yunani paideia atrinya,
pendidikan dengan displin, nouthesia pendidikan dengan lisan. ( 1982 :
627).
Sedangakan
Menurut K.C. Hinckly dalam bukunya Kehidupan Kristen mengungkapkan ada
beberapa prinsip bagaimana cara suami
Kristen memperlakukan istrinnya, yakni; pertama, mengasihi merupakan
satu komitmen. Kedua, membangun komunikasi karna sangat penting. Ketiga,
menjadikan kristus menjadi pusat dari pernikahan dalam keluarga (1989:
186-188).
Sedangakan dalam hal ini menurut Charles F.
Pfeiffer & Everett F. Harrison (2001: 816) dalam Tafsiran
Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, mengatakan
bahwa dalam Kol.3: 20-21, Seorang
Anak harus memperoleh pemahaman tentang
kehendak Allah dari nasehat orang tuanya, sehingga dalam keluarga Kristen sebagai orang tua sejalan dengan tugas kepada
Allah, sedangkan yang indah dihadapan Tuhan
mengacu kepada ketaatan yang dimotivasikan oleh kasih kepada Kristus,
sehingga tidak membatasi tanggung jawab anak kepada orang tuanya.
Sebagai
orang tua Kristen agar jangan berlebihan terhadap anak-anak anda. Maksud dari
disiplin ini ialah mengembangkan anak
menjadi orang dewasa Kristen bukan menghasilkan anak yang kaku –suram, jangan
disini sebagaimana halnya dalam etika Kristen
pada umumnya, harus tunduk kepada kaidah yang positif berupa didikan dalam ajaran dan nasehat Tuhan
(Ef. 6: 4).
Dalam kehidupan berkeluarga, seringkali pendidikan atau pengenalan tentang Allah terhadap anak itu sangat kurang diakibatkan karena orang tua sibuk dengan pekerjaan sehingga lupa atau memperhatikan pendidikan atau pengenalan Allah terhadap anak, padahal orang tua atau keluarga adalah dasar atau landasan dalam pengenalan akan Allah...
BalasHapusMungkin orang tua dalam hal ini kurang memperhatikan, tetapi walaupun memang dibatasi oleh pekerjaan setidaknya sebisa mungkin orang tua memberikan peran dalam hal ini karna itulah tugas yang seharusnya ada dalam keluarga, walaupun mungkin waktu yang diperlukan begitu singkat untuk dipakai dalam pengenalan akan Allah tetapi harus diperhatikan sebisa mungkin.
Trims responnya Syalom...memang salah satu peran orangtua yang sangat vital adalah sebagai pendidik bagi anak, khususnya tentang spritualitas. Idealnya dari orangtualah seorang anak mengenal Tuhan (Ul. 6:4-9).
HapusDalam kehidupan rumah tangga Kristen, seorang suami haruslah berperan sebagai imam. Dia harus menjadi model yang baik bagi isteri dan anaknya.
BalasHapusDalam situasi akhir" ini banyak hal yang kita dengar tentang ketidak harmonisan hubungan dalam keluarga terutama keluarga Kristen. Contohnya: seorang suami yg harus menjadi imam yang baik dalam keluarga, menjadi contoh dan panutan bagi isteri dan anak", tentu landasannya adalah melakukan kasih Kristus di tengah kehidupan keluarga. Tetapi ada banyak suami yang rajin beribadah, mengajak keluarga untuk beribadah, tetapi di keseharian yg di lakukan tidak sesuai, dalam artian tidak menunjukan sikap kasih dan hal baik yang ditemukan ketika melakukan persekutuan ibadah.
BalasHapusJadi melalui contoh tersebut, dapat kita pahami bahwa keluarga seharusnya saling melengkapi satu dengan yang lain. Menegur bila salah, kemudian memperbaiki kesalahan tersebut. Maka dengan demikian terciptalah keluarga Kristen yang memberlakukan Firman, harmonis dan memiliki kasih Kristus.
Memang seringkali hal yang ideal dan realita tidak bersesuaian. Dalam hal ini saya pikir semua anggota keluarga, khususnya suami sebagai kepala keluarga harus berupaya dengan sungguh2, sadar, terencana dan berkesinambungan untuk menghayati firman Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kiranya semua rumah tangga Kristen hidup berpadanan dengan firman Tuhan dengan pertolongan Roh Kudus. Singkatnya, memiliki integritas.
HapusYaa benar mnerπ Trima kasihh, karna tulisan ini sangat membantu π GodBless
HapusApakah untuk hal itu ada solusinya mner ?
HapusApabila seorang suami telah rajin berdoa, rajin baca Alkitab, rajin beribadah dan rajin bersaksi akan kebaikan Tuhan, namun hidupnya tidak berpadanan dengan aktivitas rohani yang dilakukan; maka patut dipertanyakan? Pertobatan sejati pasti melahirkan buah, pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersesuaian dengan gaya hidup Kristus. Galatia 5:22-23, siapa yang dipimpin Tuhan mestinya melahirkan buah-buah Roh dan siapa yang tidak dipimpin Roh Kudus akan hidup dalam kedagingan (Galatia 5:19).
HapusJika keempat aktivitas rohani di atas dilakukan dengan tulus dan ikhlas, pasti hidupnya mengalami perubahan secara total, termasuk bagaimana caranya memandang dan memperlakukan isteri dan anaknya. Tetapi jika keempat aktivitas rohani di atas dilakukan hanya supaya dilihat orang, sifatnya rutinitas, ritual, seolah2 seperti Kristen KTP maka tidak akan ada perubahan hidup. Coba bandingkan dengan cara dan pikiran orang Farisi...tahu banyak tentang Tuhan tapi tidak melakukan...Yesus menegur mereka dan mengajak mereka sudah percaya kepada-Nya.
Memang tidak ada manusia yang sempurna. Namun persekutuan yang hidup dengan Tuhan pasti membawa perubahan hidup secara total dalam pelbagai dimensi hidup.
1. Jika sudah rajin berdoa, baca Alkitab, bersekutu dan bersaksi, maka harus memotivasi diri sendiri agar hidup di dalamnya.
2. Harus sedia dipimpin oleh Roh Kudus dalam kehidupan sehari2, khususnya dalam konteks keluarga.
3. Memandang penting prinsip kemuridan. Menjadi mutid Yesus berarti menyangkal diri, memikul salib dan mengikut dia.
Baikk trima kasih mner π
HapusShaloom..
BalasHapusSaya ingin bertanya.. Bgmna dgn suami yg tidak bertanggung jawab? Apakah masih dikatakan sebagai seorang kepala rumah tangga dalam sebuah keluarga ?
Shalom
HapusSeorang suami yang tidak bertanggung jawab namun masih dalam ikatan pernikahan yang sah, masih disebut sebagai kepala keluarga. Suami sebagai kepala keluarga dicatat dalam Efesus 5:22-23;6:4; walaupun dia dikategorikan sebagai suami yang mengalami disfungsi peran sebagai kepala keluarga bagi isteri dan anaknya. Dalam hal ini suami harus diberikan pengajaran dan diperlengkapi oleh gereja agar mengalami kedewasaan rohani sehingga berperan sesuai kedudukan, tugas dan fungsinya dalam keluarga.
Shalom
HapusBagi saya, seorang suami yang tidak bertanggung jawab karena faktor tertentu, namun masih dalam ikatan pernikahan yang sah masih disebut sebagai kepala keluarga. Ketetapan itu dicatat dalam kitab Efesus 5:22-23 dan 6:4; kendati demikian dia disebut sebagai suami yang mengalami disfungsi peran sebagai kepala keluarga bagi isteri dan anaknya. Dalam hal ini menjadi panggilan gereja untuk mengajar, mendidik dan memperlengkapi mereka agar dapat berperan sesuai kedudukan, fungsi dan tugas, serta tanggungjawabnya bagi anggota keluarganya.
Bagaimana jika penghasilan istri lebih banyak dari suami? Sehingga membuat istri kurang menghormati suami.
BalasHapusBisa dikatakan istri lebih berperan dalam menafkai sebuah keluarga..
Dari perspektif Kristen seorang isteri yang memiliki gaji lebih tinggi dibanding suaminya haruslah tetap menghormati suaminya. Dalam Efesus 5 dikatakan bahwa seorang isteri harus tunduk kepada suami yang mengasihinya. Suami adalah kepala isterinya sama seperti jemaat adalah kepala dari jemaatnya. Bahkan, dalam kasus 1 Korintus 7 seorang isteri diminta menjadi contoh, menjadi teladan bagi suaminya supaya melalui kehidupan isterinya suaminya bertobat dan mengasihi keluarganya.
HapusApalagi mengingat ikatan pernikahan itu adalah seumur hidup. Di dalamnya ada komitmen, penghargaan dan tanggung jawab. Dalam janji nikah mereka berjanji di hadapan Tuhan dan manusia bahwa mereka akan saling mengasihi, menghormati baik dalam suka maupun duka, sakit atau sehat, kaya atau miskin, dll. Rendahnya gaji suami atau lemahnya pendapatan suami tak seharusnya mengubah cara pandang isteri kepada suami.
Idealnya mereka harus berjuang untuk mendemonstrasikan kasih yang tak bersyarat (agape), kasih meskipun dan bukan jikalau (bersyarat).
Tuhan memberkati para isteri yang memiliki disfungsi peran agar tetap mampu memuliakan Tuhan di tengah keluarganya.
Tuhan memberkati para isteri yang memiliki suami yang mengalami disfungsi peran agar tetap mampu memuliakan Tuhan di tengah keluarganya. Soli Deo Gloria.
Hapus