Teladan Barnabas Sebagai Hamba Tuhan (Kis. 4:36-37; 9:27; 11:19-30)
Salah satu rasul besar, selain
ke-12 murid Tuhan Yesus dalam kitab Kisah Para Rasul, yang cukup berjasa dan
berpengaruh dalam penanaman dan perkembangan kekristenan pada awalnya adalah
Barnabas. Ia merupakan keturunan keluarga Imam Yahudi-Siprus, kemenakan dari
Yohanes Markus (Kol. 4:10; Kis. 4:36).
Barnabas pertama kali disebut
dalam Kisah Para Rasul 4:36-37, dimana "Ia (Barnabas) menjual ladang, miliknya,
lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.". Dari nats ini kita bisa pahami, pertama-tama:
bahwa ia adalah anggota dari gereja
mula-mula di Yerusalem yang taat dan setia kepada pemimpin gereja. Sudah
menjadi kebiasaan baik yang sedang dikembangkan gereja pada waktu itu bahwa
harta yang dimiliki oleh anggota gereja adalah milik bersama, dan itu dia
lakukan dengan kerelaan dan ketulusan. Berbeda dengan Ananias dan Safira dalam
pasal selanjutnya yang justru membohongi pemimpin gereja. Kedua, Barnabas adalah seorang yang memiliki rasa solidaritas,
kebersamaan, dan kasih. Ia tidak hanya mengutamakan dirinya sendiri, namun juga
mengutamakan orang lain. Ia mau menjembatani jurang pemisah antar jemaat,
karena perbedaan tingkat ekonomi. Maka, dalam jemaat mula-mula ia terkenal,
karena kedermawanannya. Ketiga, ia seorang yang berhati misi. Tentu hasil
penjualan ladang itu diterima dan dikelola oleh gereja mula-mula, dan salah
satu peruntukkannya adalah untuk mendukung pekabaran Injil. Maka tak heran
memang pada akhirnya dia diutus oleh Jemaat Yerusalem ke Antiokhia sebagai
misionaris, yang selanjutnya melaksanakan perjalanan misi pertama bersama
Paulus.
Hal lain yang bisa dipelajari
dari Barnabas adalah kesediaannya memberikan pembelaan terhadap orang yang
membutuhkan. Dalam Kisah Para Rasul 9:27 diceriterakan bahwa ketika Saulus yang baru bertobat kepada Tuhan
Yesus Kristus datang ke Yerusalem (Kis. 9:27), semua orang Kristen
mencurigainya, meragukannya, dan memandangnya sebagai mata-mata. Masih ada
orang Kristen pada masa itu yang menghakimi Saulus karena masa lalunya, sebagai
penentang dan penganiaya orang Kristen. Namun, Barnabas tidak demikian;
Barnabas memberitahukan dan meyakinkan tentang kesungguhan pertobatan Paulus di
Damsyik. Dan tidak hanya berhenti di sana saja, Barnabas juga memperkenalkan
Paulus kepada Rasul. Tuhan memakai Barnabas sebagai saluran berkat, sebagai
penopang bagi Paulus.
Berdasarkan
Kisah Para Rasul 11:23, 25-26 kita temukan bahwa Barnabas memperhatikan dan
mempedulikan kesehatan rohani dan pertumbuhan spiritualitas dari orang-orang
yang percaya di Antiokhia, baik orang Yahudi maupun orang Yunani. Ketika
Barnabas tiba di Antiokhia, dan ia menemukan bahwa warga jemaat di sana
menyambut firman Allah dengan baik, ia sungguh bersukacita. Ia bersukacita
karena kasih karunia Allah dinyatakan bagi orang-orang percaya. (ini memang
hukumnya, seorang pemimpin akan bersukacita, senang ketika melihat orang-orang
yang dipimpinnya mengalami kesehatan rohani atau pertumbuhan spiritualitas;
sebaliknya pemimpin akan bersedih, akan berduka ketika orang-orang yang
dipimpinnya mengalami kemerosotan moral, dan stagnasi kerohanian).
Jika kita lihat
sebagai seorang pemimpin umat Barnabas tidak langsung berpuas diri atas keadaan
rohani di Antiokhia, namun ia juga terus mendorong umat Allah di Antiokhia,
agar tetap mengasihi dan setia kepada Tuhan. Ia menyadari bahwa hidup terus
berjalan, dan tantangan serta godaan akan silih berganti; pengaruh dari
orang-orang yang masih belum percaya kepada Tuhan Yesus, dan pengaruh
orang-orang yang masih terikat dengan penyembahan berhala di Antiokhia, bisa
saja menurunkan semangat, iman, kasih, dan pengharapan mereka kepada Yesus. Oleh
karena itu, di satu sisi jelas diperlukan
kegigihan dan ketekunan dari umat Allah. Injil bukan hanya sekedar memberikan
keselamatan secara cuma-cuma,tetapi panggilan untuk hidup dalam kesalehan.
Tuhan membutuhkan orang-orang yang mencerminkan karakter-Nya di dalam dunia
yang hilang. Tujuan kekristenan bukan hanya masuk surga ketika kita mati,
tetapi menjadi serupa dengan kristus sehingga orang lain akan dapat hidup dalam
iman kepada Kristus. Di sisi lain, harus tetap dilaksanakan pembinaan yang berkesinambungan.
Puncak kepeduliannya terhadap orang-orang yang ia layani adalah ketika Barnabas
memanggil seorang rekan sepelayanan yang berkualitas, yang cakap mengajar, dan
memiliki sikap hidup yang benar, yaitu Paulus. Dalam hal ini, Barnabas dengan
sengaja mencari Paulus untuk membantu mengajar orang-orang percaya di sana. Ia
menyadari bahwa Paulus adalah orang yang tepat untuk meningkatkan kerohanian
orang-orang percaya di Antiokhia (Kis. 11:25).
Dan di ayat 26b kita bisa lihat buah ketekunan dari Barnabas dan Paulus
dalam membina jemaat di Antiokhia, di mana mereka berhasil mencetak atau
menghasilkan umat yang benar-benar mengikuti ajaran dan teladan Tuhan Yesus.
Dan pengakuan akan kualitas hidup orang percaya tidak hanya muncul dari
kalangan orang-orang Kristen di Yerusalem, namun juga dari orang-orang yang
belum percaya di Antiokhia. Atas jerih lelah pelayanan Barnabas dan Paulus,
muncullah istilah Kristen “Pengikut Kristus”. Sekalipun pada awalnya itu adalah
sebuah ejekan karena gaya hidup yang berbeda yang ditampilkan oleh orang-orang
percaya, namun pada akhirnya itu menjadi suatu kekuatan atau kelebihan; karena
mereka menjadi teladan moral, dan pembawai damai di sekitar mereka.
Kita sudah belajar dari Barnabas bahwa semua potensi yang ia miliki digunakan untuk membawa sejumlah orang kepada Tuhan, dan membawa mereka mengalami kedewasaan rohani. Bagaimana dengan kita, maukah kita memanfaatkan setiap bakat, talenta, karunia yang kita miliki untuk membawa orang kepada Kristus dan meningkatkan kerohanian orang-orang yang dipercayakan Tuhan untuk kita bina. Kita juga menyadari bahwa kualitas pemimpin akan menentukan kualitas orang-orang yang dilayaninya. Oleh sebab itu, marilah kita senantiasa meningkatkan kualitas hidup kita sebagai hamba Tuhan.
Kita sudah belajar dari Barnabas bahwa semua potensi yang ia miliki digunakan untuk membawa sejumlah orang kepada Tuhan, dan membawa mereka mengalami kedewasaan rohani. Bagaimana dengan kita, maukah kita memanfaatkan setiap bakat, talenta, karunia yang kita miliki untuk membawa orang kepada Kristus dan meningkatkan kerohanian orang-orang yang dipercayakan Tuhan untuk kita bina. Kita juga menyadari bahwa kualitas pemimpin akan menentukan kualitas orang-orang yang dilayaninya. Oleh sebab itu, marilah kita senantiasa meningkatkan kualitas hidup kita sebagai hamba Tuhan.
Selamat membaca...semoga jadi berkat!
BalasHapussumbernya kak?
BalasHapus