Membangun Profesi Keguruan dengan Meneladani Yesus sang Guru Agung Yohanes 8:2-6

Membangun Profesi Keguruan dengan Meneladani Yesus sang Guru Agung
Yohanes 8:2-6
Alon Mandimpu Nainggolan
Pengaruh Tuhan Yesus pada masa ini sudah sangat besar. Hal ini nampak dari pengakuan akan kerabian Yesus sudah datang dari berbagai pihak, serta dalam beberapa peristiwa yang terjadi bahwa di mana pun Ia berada Ia mengajar dan banyak orang tidak mau kehilangan momentum itu.

Proses pembelajaran yang terjadi dalam Yohanes 8:2-6 ini berawal dari kehadiran Tuhan Yesus dalam perayaan Pondok Daun, seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Hari raya Pondok Daun adalah hari raya yang memperingati perjalanan Israel setelah keluar dari Mesir dan waktu mereka mengembara di padang gurun, yaitu ketika mereka tinggal dalam tenda-tenda pemeliharaan Allah (Im. 23:34-43). Dan kalau kita perhatikan, Tuhan Yesus jelas memanfaatkan momen itu untuk mengajar orang-orang yang hadir.

Salah satu yang menarik adalah bahwa sebelum Yesus melakukan pengajaran melalui kasus yang diangkat oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi (3-4), Yohanes mencatat bahwa Ia pergi ke bukit Zaitun (ayat 1). Tidak dijelaskan Yesus mau melakukan apa di sana. Namun, di ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya menguatkan bahwa ketika Yesus pergi ke tempat tersebut adalah untuk mengasingkan diri dan berdoa kepada Bapa-Nya. Dari hal ini nampak jelas bahwa Ia seorang guru yang memiliki spiritualitas yang sehat ditinjau dari sudut keguruan-Nya secara insani.

Lalu di ayat 2 disebutkan bahwa pagi-pagi benar Yesus berada lagi di Bait Allah. Kata “lagi” ini mengindikasikan bahwa Yesus sebelumnya sudah berada di Bait Allah. Bait Allah/Sinagoge pada zaman itu bukanlah sekadar tempat untuk beribadah kepada Allah, melainkan juga sebagai tempat belajar. Di situ terjadi aktifitas belajar-mengajar. Mungkin dari hal inilah Dr. Andar Ismail terinspirasi bahwa mestinya gereja adalah tempat belajar dan mengajar.

Pendengar atau orang yang diajar adalah seluruh rakyat (ayat 2). Apabila dikategorikan kemungkinan besar mereka adalah ahli-ahli Taurat, ahli-ahli Farisi, warga jemaat biasa yang menghadiri pesta Pondok Daun dan juga murid-murid-Nya. Artinya, pendengar-Nya terdiri dari pelbagai latar belakang, sosial, intelektual, dll. 

Setelah Yesus memulai proses belajar mengajar, di katakan bahwa sekelompok ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi mendatangi Yesus. Pada zaman itu mereka adalah orang-orang terhormat yang menguasai tentang keagamaan. Atau dalam istilah sekarang mereka disebut sebagai ahli kitab. Mereka datang dengan memperhadapkan sebuah kasus nyata yaitu “seorang perempuan kedapatan berzinah”. Mereka membawa perempuan kepada Yesus dan berkata: “Rabi, perempuan ini tertangkap ketika ia sedang berbuat zinah (4). Para ahli Taurat ingin mengetahui pendapat Yesus tentang hukuman  apa yang akan diberikan kepada perempuan itu. Tentu tujuan mereka adalah untuk mencobai Tuhan dan untuk melengserkannya. Perbuatan itu hanya mencari alasan untuk menangkap Yesus (bnd. 7:45). Kasus ini memang rumit dan buah simala-kama menurut pandangan ahli Taurat dan Farisi, tetapi bukan bagi Yesus. Menurut mereka apabila Yesus menjawab akan dihukum sesuai dengan hukum Musa yaitu dirajam dengan batu sampai mati. Maka Yesus akan mendapat masalah dengan orang Romawi yang tidak memperkenankan orang Yahudi untuk melaksanakan eksekusi mati. Sedangkan, jika Yesus menjawab untuk tidak menghukum, mereka akan melawan hukum Musa dan mereka tidak akan taat terhadap Hukum Taurat.

Ada hal yang menarik di ayat 4 menurut saya bahwa pengakuan akan keguruan Yesus berasal dari ahli Taurat dan ahli Farisi. Sebelumnya memang Yesus sudah disapa sebagai guru oleh calon murid-murid-Nya (Yoh. 1:38;49), Nikodemus (Yoh. 3:2), murid-murid-Nya (4:31), orang banyak (Yoh. 6, 25), dll. Yang menarik adalah bahwa keguruan Yesus diakui oleh pelbagai orang dan latar belakang. Saya pikir hal ini juga perlu bagi guru-guru Kristen saat ini. 

Akan tetapi Yesus tidak berdebat tentang hal itu. Yesus bersikap dengan cara menuliskan sesuatu dengan jari-Nya di tanah (5-6). Mereka terus mendesak Yesus dan bertanya kepada-Nya, lalu Yesus berdiri dan berkata,.... “Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu”(7).

Setelah itu, Yesus kembali menulis sesuatu dengan jari-Nya di tanah (8). Kita tidak tahu apa persisnya apa yang ditulis oleh Yesus, namun Yohanes hanya melaporkan bahwa Yesus sedang menulis. Besar kemungkinan bahwa Yesus hendak mengajak ahli Taurat dan orang Farisi untuk memikirkan sendiri apa yang patut dilakukan. Yesus adalah seorang guru yang berhikmat. Dalam keadaan demikian, Yesus tidak terjebak dengan perkataan mereka untuk menghakimi perempuan itu. Jadi, apabila ditanyakan kepada saya, hal apakah yang menginspirasi dari Yesus guru menurut perikop ini, jawabnya adalah bagaimana Yesus menghadapi pendengar yang kerap kali mencobai-Nya? Yaitu dengan memakai hikmat. Tidak semua pertanyaan dijawab: terkadang Yesus diam, terkadang ia menanyakan ulang, terkadang dengan perumpamaan, demonstrasi, dan saat ini dengan “menuliskan sesuatu di tanah”. Ia memang guru yang sangat kreatif, memakai berbagai macam metode/strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran-Nya. Sepertinya, bagi Yesus tidak ada metode yang cocok untuk semua orang.

Yang menarik adalah ketika orang-orang itu mendengar perkataan Yesus tersebut yang bernada tidak menghakimi akhirnya mereka satu-persatu meninggalkan tempat tersebut (9a). Dijelaskan bahwa hal itu dimulai dari yang tertua sampai yang muda. Sepertinya, di perikop ini diperkenalkan orang tualah yang memiliki kesadaran akan dosa dan identitas diri yang lebih tinggi. Yesus memakai momen itu untuk mendidik ahli Taurat dan ahli Farisi tentang keberdosaan seluruh umat manusia. Hal ini nampak dari pengajaran Yesus selanjutnya bahwa Dia adalah terang. Barangsiapa mengikut Dia tidak akan hidup dalam kegelapan (12-20).
Lalu di ayat 9 dijelaskan bahwa Yesus hanya tinggal berdua dengan perempuan itu dan Ia berkata: “Hai perempuan di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”. Yesus tidak menghakimi, namun menunjukkan belas kasihan. Yesus bukan kompromi terhadap dosa, namun Ia memperkenalkan Allah sebagai Allah yang Maha Pengampun. Bagi saya identitas ini yang ditonjolkan. Kehebatan Yesus dan hal yang sangat terpenting adalah bahwa Ia memberikan kesempatan kedua kepada perempuan itu untuk bertobat, berubah dan melakukan hal-hal yang baik. Hal ini nampak dari perkataan Yesus yang menyatakan “pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang”. Pertanyaan saya adalah apa yang kita lakukan apabila salah seorang murid kita melakukan pelanggaran/kesalahan? Katakanlah menyontek, terlambat...Apakah kita langsung menghakimi, atau memberi kesempatan kepada murid tersebut, untuk mengakui kesalahannya dan memperbaiki hidupnya. 

Pada akhirnya proses pembelajaran itu ditutup dengan kabar yang menyenangkan akhirnya perempuan itu dengan mulutnya dan tanpa paksaan mengaku bahwa “Yesus sebagai Tuhan” (11). Bisa dikatakan bahwa proses pembelajaran itu disebut dengan “happy ending”. Di mana Yesus berhasil membimbing perempuan itu untuk mengenal Allah yang maha kasih dan perempuan itu menemukan Juruselamat-Nya. Bagi saya inilah yang menjadi tugas guru-guru Kristen, mereka harus memimpin, menuntun, dan menolong peserta didik-Nya untuk berjumpa dengan Juruselamat-Nya secara pribadi.

Dalam membangun dan mengembangkan profesi keguruan perlu untuk belajar pelbagai dan banyak hal dari sikap Tuhan Yesus dalam mengajar. Yesus layak diteladani atas seluruh apa yang telah ia lakukan, baik dalam kompetensi kepribadian-Nya, sosial-Nya maupun pedagogis-Nya. Yesus guru mampu mengampuni orang dan mengasihi dia kembali, apakah kita mampu melakukan demikian?.

Soli Deo Gloria

Komentar

  1. Dalam Alkitab Tuhan Yesus juga disebut sebagai Guru dan Tuhan. Pengakuan itu datang dari pelbagai orang dan di pelbagai situasi dan tempat. Tuhan Yesus memiliki kompetensi kepribadian, sosial, profesional, pedagogis /andragogis dan spritual. Itu sebabnya, Dia dapat dijadikan sebagai model dalam membangun dan mengembangkan profesi keguruan.

    BalasHapus
  2. Jika merasa diberkati lewat blog ini, maka saya berharap supaya mengikuti blog ini. Jadi, jika ada postingan terbaru akan langsung ada pemberitahuan di akun Bapak / Ibu / Saudara / Saudari.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluaran 17:8-16 Mengalami Kemenangan

Perjumpaan yang Membawa Perubahan Hidup (Luk. 19:1-10)

Menjadi Pelayan Kristus yang Berkualitas